Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tengah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN), Yusharto Huntoyungo, menekankan pentingnya menghasilkan pemimpin yang kuat, bersih, dan berintegritas dari proses demokrasi ini. Dalam rapat evaluasi yang digelar di Aula BSKDN pada 23 Januari 2025, Yusharto memaparkan sejumlah isu strategis yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan Pilkada serentak mendatang.
Salah satu isu krusial yang diangkat adalah keberadaan calon tunggal di 37 daerah yang mencerminkan tantangan signifikan dalam menciptakan iklim demokrasi yang kompetitif. “Terdapat 37 daerah dengan calon tunggal, dengan Provinsi Sumatera Utara menjadi yang terbanyak, yakni 6 daerah,” ungkap Yusharto. Keberadaan calon tunggal ini menjadi perhatian serius karena dapat mengurangi pilihan bagi pemilih dan merusak demokrasi.
Selain itu, Kemendagri juga mencatat adanya pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) selama Pilkada 2024. Hal ini menjadi peringatan bagi semua pihak untuk meningkatkan pengawasan dan penegakan aturan agar pelanggaran serupa tidak terulang di masa mendatang. “Kita berharap penguatan pengawasan dan penegakan aturan dapat terus ditingkatkan,” tambahnya.
Di sisi lain, tantangan lain yang menjadi fokus perhatian dalam evaluasi adalah tingginya biaya politik yang sering kali tidak transparan. Titi Anggraini, anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), menyoroti kurangnya transparansi pembiayaan kampanye. Ia menjelaskan bahwa politik biaya tinggi sering kali terjadi di ruang gelap yang sulit dipantau, tanpa adanya laporan dana kampanye yang jelas. “Problemnya adalah politik biaya tinggi itu terjadi di ruang-ruang yang tidak bisa kita lihat,” terangnya.
Lebih lanjut, Djohermansyah Djohan, Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), menekankan bahwa Pilkada ideal harus berlandaskan pada filosofi Pancasila dan UUD 1945. Ia menjelaskan bahwa pelaksanaan Pilkada harus menghormati kekhususan daerah dan menjamin integritas elektoral. “Pilkada yang efisien dan demokratis adalah kunci untuk melahirkan pemimpin daerah yang kuat dan bersih,” ujar Djohan.
Dalam hal ini, Djohan menegaskan pentingnya pemilihan yang dilaksanakan secara bebas, jujur, dan adil. “Pilihannya harus aman dan nyaman. Pemilihan tidak boleh menimbulkan korban,” tambahnya. Pandangan ini semakin diperkuat oleh Siti Zuhro, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang mengungkapkan perlunya memperbaiki iklim politik yang sering dikotori oleh fenomena “pokoknya menang”. Menurutnya, fenomena ini menciptakan kondisi yang merugikan, termasuk munculnya Pilkada melawan “kotak kosong” sebagai petunjuk adanya ketidakidealan dalam sistem yang ada.
Berbagai masalah yang dihadapi dalam Pilkada 2024 ini menjadi pengingat bahwa reformasi dan perbaikan sistematis harus dilakukan. Upaya perbaikan harus diarahkan pada penguatan hukum, penegakan etika, serta peningkatan literasi politik di kalangan masyarakat. “Jika kita terus memaksakan sistem yang tidak cocok dengan kondisi kita, hal ini hanya akan mengakibatkan hilangnya etika dalam politik,” tegas Zuhro.
Menghadapi Pilkada 2024, penting bagi semua pihak untuk bekerja sama dalam menciptakan suasana yang kondusif bagi pelaksanaan pemilu yang bersih dan berintegritas. Kesadaran akan pentingnya kepemimpinan yang kuat dan bersih menjadi kunci untuk menghadirkan sosok pemimpin yang dapat membawa daerah menuju kemajuan dan kesejahteraan.