Bisnis

Fakta Jiwasraya Tutup: Peluang Kembalinya Uang Nasabah?

PT Asuransi Jiwasraya (Persero) resmi menutup operasionalnya pada tahun 2025. Keputusan ini menjadi sorotan publik, terutama terkait dengan nasib dana nasabah yang telah disetor dalam bentuk premi asuransi. Penutupan Jiwasraya tidak terlepas dari kasus korupsi yang melilit perusahaan ini, di mana kerugian negara diperkirakan mencapai Rp16,81 triliun akibat pengelolaan yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Sinyal penutupan Jiwasraya sebenarnya sudah terlihat sejak lama. Dalam rapat dengar pendapat yang diungkapkan oleh Direktur Operasional dan Keuangan Jiwasraya, Lutfi Rizal, perusahaan sedang dalam proses membayar selisih dana pensiun yang seharusnya dibayarkan kepada pensiunan. “Kami sedang masuk ke dalam fase pembubaran dan pemberesan aset,” ungkap Lutfi. Meskipun Jiwasraya tetap berkomitmen untuk membayar manfaat pensiun tepat waktu, perusahaan menghadapi kesulitan dalam memenuhi semua kewajiban sekuritas pensiun.

Berdasarkan data terbaru, total aset neto DPPK Jiwasraya mencapai Rp96,07 miliar, tetapi nilai aktuaria yang dibutuhkan untuk menutupi kewajiban pensiun mencapai Rp467,86 miliar. Hal ini meninggalkan selisih sebesar Rp371,79 miliar yang kini dituntut oleh Perkumpulan Pensiunan Jiwasraya (PPJ) Pusat. Lutfi menegaskan bahwa pembayaran penuhnya tergantung pada proses pembersihan aset yang ada.

Terdapat tiga sumber pembayaran untuk memenuhi kewajiban tersebut. Pertama, pencairan sisa aset DPPK yang meliputi aset saham dan aset lainnya. Kedua, hasil penjualan dan pencairan aset yang masih dalam proses likuidasi. Ketiga, dari aset rampasan dari pelaku fraud yang terkait dengan DPPK Jiwasraya. Lutfi juga menambahkan bahwa pihaknya tengah berkoordinasi dengan pemegang saham untuk menggugat hukum mereka yang terlibat dalam pengelolaan yang merugikan tersebut. Namun, kendala yang dihadapi adalah beberapa tokoh kunci dalam pengurusan investasi telah meninggal atau berada di penjara.

Di sisi lain, kabar mengenai penutupan Jiwasraya telah terbaca sejak program restrukturisasi pemegang polis dilakukan pada akhir 2024. Dalam upaya mengatasi dampak penutupan ini, nasabah diberikan kesempatan untuk mendaftarkan polis mereka. Direktur Utama Jiwasraya, Mahelan Prabantarikso, mengimbau nasabah untuk memanfaatkan peluang ini sebagai langkah terakhir sebelum penghentian seluruh aktivitas perusahaan.

Korupsi yang terjadi di dalam Jiwasraya menunjukkan betapa seriusnya masalah ini. Total kerugian negara yang diakibatkan oleh pengelolaan keuangan dan dana investasi antara tahun 2008 hingga 2018 dikategorikan sangat besar. Pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan fakta bahwa investasi yang dilakukan oleh Jiwasraya tidak sesuai dengan regulasi yang ada. Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif yang diserahkan kepada Jaksa Agung menggarisbawahi betapa pentingnya evaluasi lebih lanjut terhadap pengelolaan dana yang telah disetorkan oleh nasabah.

Dengan dibubarkannya Jiwasraya, nasabah kini bertanya-tanya tentang kemungkinan mereka untuk mendapatkan kembali uang yang telah mereka investasikan. Proses pembubaran dan pelunasan kewajiban akan bergantung pada seberapa efektif dan efisiennya pencairan aset-aset yang tersisa. Selain itu, kesuksesan gugatan hukum terhadap pelaku kecurangan dapat memberikan harapan bagi nasabah untuk mendapatkan kembali sebagian dari dana mereka.

Keputusan penutupan Jiwasraya tidak hanya berdampak pada nasabah, tetapi juga menarik perhatian banyak pihak terkait akuntabilitas pengelolaan asuransi dan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap perusahaan-perusahaan publik. Dengan berakhirnya Jejak Jiwasraya, kini masyarakat menunggu langkah-langkah decisif yang diambil untuk memastikan bahwa kejadian serupa tidak terulang kembali di masa mendatang.

Rina Lestari adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button