Dunia

Gabung BRICS, Indonesia Terancam Sanksi dari Negara Barat!

Indonesia baru-baru ini mengambil langkah penting dengan bergabung dalam kelompok ekonomi BRICS, yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan. Langkah ini dipandang sebagai langkah strategis yang memiliki potensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama dalam sektor hilirisasi. Namun, keputusan ini juga membawa potensi risiko, termasuk kemungkinan sanksi dari negara-negara Barat.

Rocky Gerung, seorang pengamat politik, menyatakan bahwa bergabung dengan BRICS dapat menjadi pilihan yang positif jika Indonesia memiliki ambisi untuk menjadi pemimpin dan bukan hanya anggota pasif. "Bergabung dengan BRICS sebagai pilihan ideologis adalah hal yang baik, tetapi kita harus siap dengan konsekuensinya," ujar Rocky saat diskusi bertajuk "Arah Indonesia ke Depan" yang berlangsung di Jakarta.

Salah satu risiko utama yang dihadapi Indonesia adalah ketergantungannya pada dolar AS. Meskipun kepemimpinan dalam BRICS dapat meningkatkan investasi dan peluang di sektor-sektor tertentu, seperti energi dan teknologi, hal ini juga dapat menyebabkan hubungan dengan negara-negara Barat yang mendominasi ekonomi global menjadi tegang. Rocky menambahkan, "Indonesia bisa menghadapi sanksi dari negara-negara Barat karena ekonomi kita masih sangat bergantung pada dolar."

Masyarakat awam mungkin bertanya: apa saja konsekuensi yang bisa muncul dari langkah ini? Berikut beberapa kemungkinan yang perlu diperhatikan:

  1. Sanksi Ekonomi: Indonesia mungkin menghadapi tekanan ekonomi dari negara-negara Barat yang tidak setuju dengan pendekatan luar negeri yang lebih dekat dengan negara-negara BRICS.

  2. Perubahan Arus Investasi: Bergabungnya Indonesia dalam BRICS dapat memperkuat arus investasi dari negara anggota, tetapi bisa juga mengalihkan investasi dari tradisi kerja sama dengan negara-negara Barat.

  3. Strategi Diplomasi Baru: Indonesia harus merumuskan strategi diplomasi yang lebih komprehensif untuk mengimbangi pendekatan ekonomi yang beragam ini, termasuk menjalin hubungan yang lebih kuat dengan negara-negara BRICS.

  4. Fluktuasi Standar Hidup: Dampak langsung dari sanksi atau isolasi ekonomi dapat berupa fluktuasi dalam standar hidup masyarakat Indonesia, tergantung pada respon pasar dan kebijakan pemerintah.

  5. Meningkatnya Tanggung Jawab Global: Dengan menjadi bagian dari BRICS, Indonesia juga diharapkan untuk lebih aktif dalam perdebatan dan keputusan global, yang dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri dan domestiknya.

Rocky Gerung menyoroti pentingnya visi yang kuat bagi Indonesia agar dapat berperan sebagai pemimpin di kawasan ASEAN dan di panggung global. "Untuk menjadi pemimpin global, kita harus memiliki visi yang lebih kuat," ujarnya. Ia mengingatkan bahwa langkah-langkah ini perlu didukung dengan strategi ekonomi yang jelas dan terukur, bukan sekadar orientasi ideologis.

Pemerintah Indonesia diharapkan dapat memanfaatkan momen bergabungnya dalam BRICS untuk memperkuat posisi tawarnya di dunia internasional. Meski tantangan hadir dari kemungkinan sanksi ekonomi, kerja sama baru dengan negara-negara anggota BRICS menimbulkan peluang untuk mengembangkan sektor-sektor yang sebelumnya terabaikan.

Dalam konteks ini, langkah yang diambil oleh Indonesia untuk bergabung dengan BRICS adalah sebuah risiko yang menghimpun harapan sekaligus tantangan. Kemandirian ekonomi menjadi lebih penting dari sebelumnya, mengingat ketergantungan yang dimiliki Indonesia terhadap dolar AS. Kebijakan yang seimbang dan inovatif akan menjadi kunci bagi Indonesia untuk mengoptimalkan manfaat dari keanggotaan dalam BRICS sambil tetap menjaga hubungan baik dengan negara-negara Barat.

Guntur Wibowo adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button