
Mantan Menteri Keuangan AS, Lawrence H. Summers, baru-baru ini memperingatkan bahwa kebijakan tarif yang diterapkan oleh Presiden Donald Trump telah menciptakan kekacauan di pasar Amerika Serikat, menjadikan negara itu mirip dengan negara-negara berkembang yang tidak stabil. Dalam pernyataannya, Summers menggambarkan dampak dari perang tarif ini sebagai sesuatu yang sangat berbahaya dan memicu kekhawatiran akan krisis keuangan.
“Situasi yang tidak stabil ini, baik di pasar Amerika maupun secara global, sepenuhnya disebabkan oleh kebijakan tarif pemerintah AS,” ujarnya dalam serangkaian posting di platform sosial X pada 9 Oktober. Pendapat ini muncul setelah Trump mengumumkan jeda 90 hari dalam kenaikan tarif yang direncanakan, yang diharapkan dapat meredakan ketegangan di pasar.
Data menunjukkan bahwa suku bunga jangka panjang telah mengalami peningkatan meskipun pasar saham mengalami penurunan tajam. Summers mencatat bahwa pola ini menunjukkan adanya penolakan terhadap aset-aset Amerika di pasar keuangan global. “Kita diperlakukan seperti pasar berkembang yang bermasalah,” tambahnya. Dia mengkhawatirkan kombinasi antara utang pemerintah yang meningkat, defisit yang melebar, dan kecemasan investor asing dapat menciptakan kondisi yang sangat tidak menguntungkan, bahkan dapat memicu krisis yang lebih besar.
Keputusan awal Trump untuk menerapkan tarif 10% pada semua impor, dan kenaikan tarif hingga 125% untuk barang-barang dari China, telah mendorong panic selling di pasar keuangan AS, yang akhirnya menghapus nilai pasar saham lebih dari USD10 triliun. Pada saat yang bersamaan, imbal hasil obligasi Treasury sepuluh tahun, yang biasanya dianggap aman di masa ketidakpastian, melonjak hampir mencapai 4,5%, menggambarkan kekhawatiran pasar yang tinggi.
Setelah pengumuman pembekuan kenaikan tarif, Wall Street mengalami pemulihan drastis, meskipun hanya berhasil mengembalikan sekitar setengah dari kerugian yang diderita. Namun, Summers tetap tidak setuju dengan strategi perdagangan pemerintah, menyebutnya “improvisasi sembrono” yang tidak memiliki arah yang jelas. Kritiknya yang tajam menekankan bahwa pendekatan pemerintah saat ini merusak kredibilitas global Amerika Serikat.
“Sungguh tragis melihat Amerika Serikat mengikuti pendekatan kebijakan republik pisang dan pola pasar,” katanya, menunjukkan betapa seriusnya dampak dari kebijakan yang tidak konsisten ini. Menurutnya, pemerintah hanya berfokus pada keuntungan jangka pendek tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang bagi ekonomi.
Dia juga mengingatkan bahwa tarif yang diberlakukan saat ini hampir setara dengan tarif Smoot-Hawley dari tahun 1930-an, yang sering dianggap sebagai penyebab utama Depresi Besar. Efek domino dari kebijakan ini dapat membebani keluarga kelas menengah dengan tambahan biaya hampir USD2.000 per tahun.
Walaupun Gedung Putih berpendapat bahwa kebijakan tarif dirancang untuk melindungi lapangan kerja di Amerika dan memastikan perdagangan yang lebih adil, banyak ekonom dan analis khawatir jika ketidakpastian ini akan terus berlanjut, dapat mengakibatkan kerusakan yang signifikan pada ekonomi AS. Mereka menyoroti bahwa kepercayaan investor sudah mulai memudar, dan dengan meningkatnya utang dan defisit, ketergantungan pada pembeli asing menjadi semakin berisiko.
Kekacauan yang saat ini melanda pasar keuangan AS harus dihadapi dengan strategi yang lebih solid dan berorientasi pada jangka panjang, bukan hanya berdasarkan pada improvisasi. Ini menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menetapkan kebijakan yang dapat memberikan kepastian dan stabilitas bagi perekonomian, serta mengembalikan kepercayaan dunia internasional terhadap Amerika Serikat sebagai kekuatan ekonomi global.