
Jakarta, Podme.id – Indonesia, meskipun dikenal memiliki cadangan gas yang melimpah, kini tengah menghadapi tantangan serius berupa ketidakseimbangan pasokan gas. Menurut Prof. Herman Agustiawan, seorang pakar energi nasional, salah satu penyebab utama masalah ini adalah lambatnya pembangunan infrastruktur yang diperlukan untuk menyalurkan gas dari sumber lepas pantai ke daerah yang membutuhkan.
“Keberadaan sumber energi di offshore membutuhkan infrastruktur yang luar biasa besar. Tanpa percepatan pembangunan, kita akan terus menghadapi ketidakseimbangan pasokan dan permintaan,” ungkap Herman dalam sebuah wawancara.
Ketidakseimbangan ini semakin diperparah dengan penurunan produksi gas nasional yang signifikan. Data menunjukkan bahwa sejak 2015, produksi gas Indonesia mengalami penurunan rata-rata 2,38 persen per tahun, dari 8.078 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD) pada 2015 menjadi hanya 6.640 MMSCFD pada 2023. Hal ini tidak hanya menimbulkan masalah bagi pasokan energi domestik, tetapi juga berpotensi menyebabkan defisit pasokan di masa depan.
Selain infrastruktur, ada faktor penting lainnya yang perlu diperhatikan, yaitu kepastian hukum di sektor migas. Herman juga menekankan bahwa tanpa adanya jaminan hukum yang jelas, investasi di sektor ini akan terhambat. “Tantangan kita selain infrastruktur adalah kepastian hukum dan bisnis. Ini bukan hal yang bisa dianggap sepele,” tuturnya.
Sementara itu, pemimpin Indonesian Gas Society, Aris Mulya Azof, memandang ketergantungan Indonesia pada impor gas semakin meningkat. Dengan pertumbuhan kebutuhan gas domestik yang terus melambung, keseimbangan antara pasokan dalam negeri dan impor menjadi sangat penting. "Meskipun kita cukup banyak mensuplai energi, namun harus ada keseimbangan yang tepat antara pasokan dalam negeri dan luar negeri," jelas Azof.
Syarif Bastaman, pelaku usaha migas, mengingatkan bahwa eksploitasi gas domestik harus segera dilakukan untuk menghindari ketergantungan pada impor. Dia menegaskan pentingnya memanfaatkan sumber daya gas yang ada dengan maksimal agar Indonesia tidak kehilangan momentum. “Jika kita tidak segera memanfaatkan gas domestik, kita bisa kehilangan kesempatan besar. Gas dalam negeri seharusnya tidak dianggap sebagai fosil yang harus dihindari,” imbuhnya.
Untuk mengatasi ketidakseimbangan ini, ada beberapa langkah strategis yang direkomendasikan. Berikut adalah beberapa langkah yang diusulkan:
Percepatan Pembangunan Infrastruktur: Keberadaan infrastruktur yang memadai sangat penting untuk mendukung distribusi gas dari sumber lepas pantai ke daratan. Pemerintah dan investor perlu saling bersinergi untuk membangun infrastruktur yang dibutuhkan.
Peningkatan Kapasitas Produksi: Mengkaji dan meningkatkan kapasitas produksi migas menjadi langkah penting untuk menghadapi penurunan produksi gas yang ada. Proyek-proyek yang direncanakan untuk beroperasi pada 2027 perlu segera dioptimalkan agar dapat menghasilkan pasokan yang memadai.
Kepastian Hukum: Pentingnya penguatan jaminan hukum di sektor migas tidak dapat dipandang sebelah mata. Kondisi hukum yang jelas akan menarik lebih banyak investasi dan mendukung pertumbuhan sektor energi.
- Pengelolaan Cadangan Gas Domestik: Strategi pengelolaan yang baik terhadap cadangan gas domestik dapat membantu mengurangi ketergantungan pada impor dan menjaga ketahanan energi jangka panjang.
Dalam kondisi ini, masyarakat dan pengusaha di sektor energi diharapkan dapat bersatu untuk mengatasi tantangan yang ada. Dengan mempercepat pembangunan infrastruktur dan meningkatkan kepastian hukum, Indonesia dapat mengejar ketahanan energi yang lebih baik dan memastikan pasokan gas yang memadai untuk kebutuhan domestik.