
Wali Kota Istanbul yang juga bakal calon presiden dari Partai Rakyat Republik (CHP), Ekrem Imamoglu, baru-baru ini ditangkap oleh pihak berwenang Turki. Penangkapan ini berlangsung dalam konteks yang memicu gelombang protes di seluruh negeri. Para pendukung Imamoglu mengecam tindakan tersebut sebagai upaya untuk menghambat karier politiknya dan merusak proses demokrasi di Turki.
Penangkapan Imamoglu terjadi sehari setelah Universitas Istanbul mencabut gelar akademiknya, yang diduga terkait penyimpangan administratif. Dalam pernyataannya di media sosial, Imamoglu menegaskan bahwa “kehendak rakyat tidak bisa dibungkam,” menunjukkan komitmennya untuk tetap berjuang demi nilai-nilai demokrasi dan rakyat Turki.
Sejak penangkapan tersebut, demonstrasi meluas ke berbagai lokasi, termasuk jalanan, kampus, dan stasiun bawah tanah, di mana para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan anti-pemerintah. “Erdogan, diktator!” dan “Imamoglu, kamu tidak sendirian!” menjadi teriakan yang menggema di antara kerumunan. Polisi setempat merespons dengan menggunakan semprotan merica untuk membubarkan massa yang berunjuk rasa di depan Universitas Istanbul.
Pihak kepolisian telah menahan lebih dari 100 orang, termasuk politisi, jurnalis, dan pengusaha dalam rangka penyelidikan ini. Meski Menteri Kehakiman Turki, Yilmaz Tunc, mengeklaim bahwa penangkapan Imamoglu adalah murni urusan hukum, banyak yang meragukan netralitas dari proses hukum tersebut. Tunc menyatakan, “Sangat berbahaya dan keliru mengaitkan penegakan hukum dengan Presiden Erdogan,” seraya menekankan bahwa tidak ada seorang pun yang di atas hukum di Turki.
Sementara itu, pemerintah telah memberlakukan pembatasan di Istanbul selama empat hari terkait situasi ini. Pertemuan publik dilarang, beberapa ruas jalan utama ditutup, dan layanan metro dihentikan sementara. Meskipun ada tindakan keras oleh pihak berwenang, aksi protes dan perlawanan diperkirakan akan terus meluas, terutama setelah para pemimpin oposisi mulai menyerukan rakyat untuk menuntut kebebasan dan keadilan.
Partai Rakyat Republik (CHP) dengan tegas mengecam penangkapan ini, menyebutnya sebagai kudeta terhadap calon presiden masa depan Turki. Pernyataan tersebut disambut antusias oleh pendukung Imamoglu dan mereka yang menolak dominasi politik Erdogan. Masyarakat luas kini menyaksikan krisis politik yang semakin dalam saat pemilu presiden dijadwalkan berlangsung pada tahun 2028, meskipun Erdogan memiliki kemungkinan untuk mengubah konstitusi atau melakukan pemilu lebih awal.
Seperti diwartakan, Imamoglu dituduh terlibat dalam kasus korupsi dan mendukung kelompok teroris, serta dipandang sebagai pemimpin organisasi kriminal oleh aparat penegak hukum. Tuduhan ini semakin memicu kontroversi dan ketidakpuasan di kalangan masyarakat, yang melihatnya sebagai bagian dari strategi Erdogan untuk menyingkirkan rival politik yang potensial.
Situasi di Turki kini semakin rumit, dengan ketegangan antara pemerintah dan oposisi yang semakin meningkat. Dalam video yang diunggah ke media sosial, Imamoglu menegaskan komitmennya untuk membela rakyat dan menyatakan bahwa dia akan terus melawan kebohongan dan konspirasi yang diarahkan kepadanya.
Dengan penangkapan Imamoglu dan respons keras dari pemerintah, Turki bergolak dalam langkah-langkah yang menunjukkan semakin klandestin dan otoritarianya Pemerintah Erdogan. Banyak yang mempertanyakan masa depan demokrasi di Turki, sementara gelombang protes menunjukkan bahwa rakyat tidak tinggal diam menghadapi upaya untuk mempersempit ruang bagi oposisi. Dapat dipastikan, ini adalah babak baru dalam perjuangan politik Turki yang penuh tantangan.