Geledah Rumah Hakim, Kejagung Sita 21 Motor Mewah Soal Suap CPO

Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung telah menggeledah rumah dua hakim, Agam Syarief Burhanudin dan Ali Muhtarom, terkait dugaan suap dalam kasus ekspor minyak sawit mentah (CPO) dengan terdakwa korporasi yang tengah disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Dalam penggeledahan tersebut, penyidik berhasil menyita 21 sepeda motor mewah dan tujuh unit sepeda, menunjukkan indikasi adanya aliran dana yang mencurigakan.

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, mengkonfirmasi bahwa pemeriksaan terhadap kedua hakim tersebut terus dilakukan secara intensif. “Kami masih menggali keterkaitan keduanya dengan perkara yang ditangani,” ujarnya dalam keterangan pers pada Minggu, 13 April 2025. Ia menambahkan bahwa penyidik juga tengah melakukan penjemputan paksa terhadap Djumyanto, Ketua Majelis Hakim saat kasus ini diputuskan, yang belum memenuhi panggilan.

Kasus ini bermula ketika Kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka dalam dugaan suap terkait putusan ontslag, di mana ketua majelis hakim, Djumyanto, diduga menerima suap sebesar Rp60 miliar. Suap ini disalurkan melalui Wahyu Gunawan, Panitera Muda Pengadilan, untuk mempengaruhi putusan terhadap tiga perusahaan yang terdakwa, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Dalam keputusan yang diambil pada 19 Maret 2025, majelis hakim memutuskan bahwa ketiga perusahaan tersebut tidak dapat dikenakan sanksi, yang memicu kecurigaan adanya manipulasi terhadap proses hukum.

Adanya aliran dana yang diduga diterima oleh hakim dalam kasus ini menjadi perhatian serius bagi Kejaksaan Agung. “Kami perlu menginvestigasi lebih lanjut mengenai bagaimana dana tersebut bisa sampai ke tangan para hakim dan pengacara yang terlibat,” tegas Qohar, Direktur Penyidikan Jampidsus.

Upaya penyidikan ini tidak hanya fokus pada hakim yang terlibat, tetapi juga pada jaringan lebih besar yang mendukung praktik suap ini. Penggeledahan yang dilakukan tim penyidik merupakan langkah untuk mengumpulkan bukti tambahan yang diperlukan untuk memperkuat perkara dan menjerat lebih banyak pelaku.

M. Arif Nuryanta, mantan Wakil Ketua Pengadilan Jakarta Pusat yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menjadi salah satu tersangka utama. Ia dan ketiga tersangka lainnya, termasuk Wahyu Gunawan, Marcella Santos, dan Ariyanto selaku pengacara, telah dikenakan penahanan di rumah tahanan yang berbeda.

Kejaksaan Agung berencana untuk meminta kasasi atas putusan yang dianggap tidak sesuai dengan tuntutan, di mana jaksa sebelumnya menuntut agar PT Wilmar Group membayar uang pengganti sebesar Rp11,8 triliun, PT Permata Hijau Group Rp937 miliar, dan PT Musim Mas Group Rp4,8 triliun. Keputusan majelis hakim yang membebaskan ketiga perusahaan tersebut menimbulkan pertanyaan dan keraguan mengenai integritas proses hukum yang berlangsung.

Perkembangan terbaru menunjukkan bahwa pemeriksaan terhadap para saksi dan tersangka akan terus dilakukan. Kejagungan berharap dapat mengungkap seluruh fakta terkait kasus ini, termasuk aliran dana yang digunakan untuk memengaruhi keputusan hukum. Kondisi ini mengindikasikan bahwa penanganan kasus korupsi di Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam hal akuntabilitas dan transparansi.

Dengan hanya beberapa langkah yang telah diambil, tindakan Kejaksaan Agung dapat menjadi ujian bagi sistem peradilan Indonesia dalam memberantas praktik korupsi, terutama di kalangan penegak hukum, yang seharusnya menjadi teladan bagi masyarakat. Penanganan kasus ini akan menjadi cermin bagi efek jera dan kepercayaan publik terhadap institusi hukum di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button