Guru Besar Unhas Marthen Napang Divonis 1 Tahun Penjara

Guru besar Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Prof. Marthen Napang, dijatuhi hukuman penjara selama satu tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Vonis ini terkait dengan kasus penipuan dan pemalsuan dokumen Mahkamah Agung (MA) yang melibatkan dirinya. Dalam sidang yang digelar pada Rabu, 12 Maret 2025, ketua majelis hakim, Buyung Dwikora, menyatakan, "Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Profesor Doktor Marthen Napang, SH, MH dengan pidana penjara selama 1 tahun."

Keputusan ini terbilang lebih ringan dari tuntutan yang diajukan oleh JPU, yang meminta agar Marthen dijatuhi vonis hukuman selama empat tahun penjara. Dia dianggap melanggar Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan. Pihak korban dalam kasus ini, John Palinggi, melaporkan Marthen pada Agustus 2017, menuduhnya telah melakukan penipuan yang mengakibatkan kerugian hingga Rp 950 juta.

Proses hukum terhadap Marthen Napang dimulai ketika John melakukan laporan kepada Polda Metro Jaya, setelah merasa tertipu. Menurut John, Marthen diduga telah memalsukan dokumen yang menunjukkan bahwa putusan MA atas perkara yang diurus terdakwa, seolah-olah pihaknya menang. Namun, setelah diverifikasi langsung oleh John di MA, ternyata putusan tersebut ditolak.

Beberapa poin penting terkait kasus ini antara lain:

  1. Tindakan pidana: Marthen Napang diduga melakukan pemalsuan dokumen yang berkaitan dengan putusan MA, yang mengarah pada kerugian finansial bagi korban.

  2. Laporan dan tuntutan: John Palinggi melaporkan tindakan tersebut kepada pihak berwenang, mengklaim bahwa tindakannya tersebut menyebabkan kerugian yang signifikan. John menuntut keadilan atas pemalsuan dokumen yang dianggapnya merusak muruah MA.

  3. Respon korban: Setelah putusan dijatuhkan, John Palinggi menyatakan kehormatan terhadap keputusan hakim. Namun, ia sangat menyesalkan bahwa tuduhan pemalsuan dokumen tidak direspons dengan serius, meskipun ia telah berjuang selama tujuh tahun untuk menemukan keadilan.

  4. Proses praperadilan: Marthen mencoba mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka tetapi ditolak oleh hakim. Penetapan tersangka dilakukan pada 4 Juni 2024 setelah hasil penyelidikan mengarah pada tindak pidana yang dilaporkan John.

Meskipun hukuman satu tahun penjara telah dijatuhkan, John menyatakan bahwa ia tidak hanya berjuang untuk mendapatkan kembali uangnya yang hilang, tetapi juga untuk menjaga kepercayaan publik terhadap institusi seperti Mahkamah Agung yang sering kali dianggap sebagai pilar keadilan. "Saya bisa mati dan menyesal hidup di bangsa ini kalau pemalsuan dokumen MA tidak memperoleh tanggapan," ungkap John.

Marthen Napang, yang memiliki posisi tinggi sebagai guru besar di Unhas, tentu memiliki pengaruh dalam dunia akademis. Namun, kasus ini memberikan pelajaran berharga tentang tanggung jawab dan integritas, terutama bagi mereka yang bekerja dalam kapasitas di atas. Besar harapan masyarakat agar kasus ini menjadi momentum untuk menyaring individu-individu yang berpotensi menyalahi hukum, terutama dalam sektor pendidikan dan hukum.

Vonis ini mencerminkan bagaimana institusi hukum berupaya menindaklanjuti kasus-kasus penipuan serta pemalsuan dokumen, meskipun terdapat anggapan bahwa hukuman yang dijatuhkan mungkin tidak sebanding dengan kerugian yang dialami oleh korban. Perjalanan hukum dalam kasus ini tampaknya masih menyisakan banyak pertanyaan tentang keadilan dan kepastian hukum bagi seluruh pihak yang terlibat.

Berita Terkait

Back to top button