Hadapi Tarif Impor, Indonesia Segera Tunjuk Dubes di AS!

Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mendesak pemerintah Indonesia, terutama Presiden Prabowo, untuk segera menunjuk duta besar definitif di Amerika Serikat (AS). Permintaan ini muncul di tengah kekhawatiran meningkatnya tarif impor yang diumumkan oleh Presiden AS, Donald Trump, yang kini melonjak hingga 32 persen untuk barang-barang dari Indonesia.

Posisi duta besar Indonesia di AS telah kosong hampir dua tahun sejak Juli 2023. Hal ini dapat berdampak negatif terhadap posisi tawar Indonesia dalam perdagangan bilateral, terutama saat AS menerapkan tarif baru yang berpotensi merugikan perekonomian Indonesia. “Sudah hampir dua tahun kita tidak memiliki wakil di Washington, padahal AS adalah mitra dagang terbesar kedua kita. Ini bukan sekadar kelalaian, tetapi pengabaian terhadap kepentingan nasional,” ungkap Andry pada keterangan tertulis, Jumat, 4 April 2025.

Duta besar tidak hanya berfungsi sebagai simbol diplomasi politik, tetapi juga sebagai garda terdepan yang berperan vital dalam membangun hubungan ekonomi dan memperkuat lobi perdagangan Indonesia di panggung internasional. Andry menekankan bahwa sosok yang memenuhi posisi ini harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang diplomasi ekonomi dan pengalaman dalam lobi dagang. “Ini bukan posisi simbolik. Ini adalah garis depan pertahanan perdagangan Indonesia,” katanya.

Pentingnya penunjukan duta besar ini semakin mendesak mengingat dampak tarif impor yang signifikan. Dalam pandangan Andry, setiap hari kita tanpa perwakilan di AS adalah hari di mana posisi tawar kita melemah. “Kita kehilangan momentum, peluang, dan kendali atas kebijakan perdagangan yang berdampak pada Indonesia,” tegasnya.

Dalam konteks ini, tarif impor yang ditetapkan oleh AS berpotensi memperburuk situasi, menambah tantangan yang harus dihadapi oleh sektor ekonomi Indonesia. Sejumlah pihak memperingatkan bahwa dampak dari kebijakan ini bisa lebih parah dibandingkan dengan masa-masa krisis yang pernah dialami akibat pandemi Covid-19.

Tarif impor sebesar 32 persen ini adalah panggilan bagi Indonesia untuk memperkuat posisinya di pasar internasional. Dalam rangka menghadapi kebijakan tersebut, fokus utama harus dijadikan pada penguatan hubungan diplomatik dan perdagangan dengan mitra utama seperti AS. Tanpa duta besar yang memiliki rekam jejak yang kuat di bidang perdagangan dan investasi, Indonesia berisiko kehilangan peluang berharga yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk keberlanjutan ekonomi.

Selain itu, Andry menyoroti pentingnya peran aktif pemerintah dalam mengatasi masalah yang timbul akibat pengenaan tarif ini. Analisis situasi, kegiatan lobi, dan diplomasi ekonomi yang efektif menjadi semakin penting agar Indonesia tetap kompetitif di pasar global. Diharapkan dengan penunjukan duta besar yang tepat, Indonesia dapat merespons tantangan ini dengan lebih optimal, melindungi produk-produk dalam negeri, dan memperkuat keberadaan serta daya saingnya di pasar internasional.

Dengan perkembangan terbaru dalam kebijakan perdagangan AS, segera adanya duta besar yang kompeten di AS juga akan memungkinkan Indonesia untuk secara langsung menanggapi kebijakan-kebijakan yang muncul, serta mencari solusi yang tepat dalam menghadapi tarif tinggi yang diterapkan. Hal ini penting untuk menjaga hubungan baik dan memastikan keberlangsungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.

Berita Terkait

Back to top button