Kuasa Usaha Ad Interim Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Heather Merritt, baru-baru ini hadir dalam peringatan ke-83 tahun terjadinya Pertempuran Selat Sunda. Acara yang digelar di Teluk Banten ini dihadiri oleh berbagai perwakilan dari angkatan laut Indonesia, Australia, dan Amerika Serikat, serta kalangan komunitas maritim dan pemerintah. Momen penting ini bertujuan untuk menghormati jasa para pelaut dan marinir yang gugur dalam pertempuran yang terjadi pada 1 Maret 1942 selama Perang Dunia II.
Dalam sambutannya, Merritt menekankan pentingnya mengingat pengorbanan para pelaut dan marinir yang berjuang dengan gagah berani. “Janganlah kita melupakan pengorbanan para pelaut dan marinir pemberani ini,” ujarnya. Ia menambahkan, upacara ini juga merupakan ajakan untuk terus bekerja sama dengan Indonesia dan negara-negara mitra lainnya demi menjamin perdamaian dan melestarikan warisan sejarah yang berkaitan dengan Kapal Houston dan Perth.
Peringatan tersebut juga menjadi momen untuk memperkuat ikatan antara Amerika Serikat, Australia, dan Indonesia dalam menjaga keamanan dan stabilitas di kawasan Indo-Pasifik. Ketiga negara berkomitmen untuk menjaga kerja sama yang erat dalam menghadapi tantangan di bidang keamanan maritim. Sebagai bagian dari upacara, para perwakilan angkatan laut masing-masing negara meletakkan karangan bunga di perairan Selat Sunda sebagai penghormatan kepada mereka yang telah gugur.
Pertempuran Selat Sunda merupakan peristiwa bersejarah yang menewaskan 696 pelaut dan marinir Amerika. Pertempuran berlangsung dengan sangat sengit dalam kegelapan malam di lepas pantai Jawa. Sebanyak 368 pelaut dan marinir dari USS Houston yang selamat terus melawan meskipun kemudian ditangkap dan diangkut ke beberapa lokasi di asia seperti Jawa, Singapura, Myanmar, Thailand, dan Jepang. Dari para tawanan, 291 pelaut Houston berhasil kembali ke tanah air setelah perang berakhir, dan mereka dikenang sebagai pahlawan.
Dalam konteks hari peringatan, Atase Angkatan Laut AS untuk Indonesia, CDR Patrick Panjeti, menekankan bahwa tujuan mereka bukan untuk memuliakan perang, melainkan untuk mengingat biaya yang ditanggung oleh banyak orang. “Kami tidak berkumpul di sini hari ini untuk memuliakan perang, tetapi untuk mengingat biaya perang, dengan harapan dunia kita tidak akan pernah harus menanggung rasa sakit dan penderitaan seperti itu lagi,” ungkap Panjeti.
Merritt dan Panjeti masing-masing menegaskan pentingnya menjalin hubungan baik di antara ketiga negara, untuk memastikan bahwa memori tersebut tetap hidup dan bahwa mereka dapat bersama-sama menjaga keamanan dan perdamaian di kawasan. Mereka berupaya untuk melindungi situs bersejarah dan berbagi kisah mengenai pertempuran ini kepada generasi mendatang, sehingga generasi yang akan datang dapat memahami nilai-nilai pengorbanan dari para pendahulu mereka.
Peringatan ini diharapkan tidak hanya menjadi seremonial belaka, melainkan dapat memperkuat kerja sama dan persahabatan di antara negara-negara yang terlibat. Sejak 1945, kelompok Survivors USS Houston, yang kini dikenal sebagai USS Houston Survivors’ Association and Next Generations, rutin mengadakan pertemuan di Houston, Texas, untuk mengenang kru pemberani mereka. Sejarah tersebut menjadi warisan yang tak ternilai bagi negara dan bangsa yang terlibat, menekankan betapa pentingnya melestarikan ingatan akan pengorbanan generasi sebelumnya untuk masa depan yang lebih baik.