Juru bicara Hamas, Hazem Qassem, mengecam rencana mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang ingin mengambil alih Jalur Gaza dan menggusur penduduknya. Dalam pernyataan yang dikeluarkan pada Kamis, Qassem menyebut rencana tersebut sebagai deklarasi niat untuk menduduki wilayah Palestina. Ia menegaskan bahwa rakyat Palestina tetap berkomitmen untuk mempertahankan Gaza dan tidak akan meninggalkan tanah air mereka.
Rencana mengejutkan Trump ini diumumkan melalui platform media sosialnya, Truth Social, pada hari Selasa. Dalam akunnya, Trump mengusulkan untuk memindahkan sekitar dua juta warga Palestina ke lokasi lain di Timur Tengah, dengan dalih bahwa langkah tersebut akan membawa stabilitas bagi kawasan yang tengah bergejolak. Namun, usulan ini langsung mendapat penolakan keras dari Hamas dan sejumlah tokoh Palestina lainnya.
"Kami tidak membutuhkan negara mana pun untuk memerintah Jalur Gaza, dan kami tidak menerima penggantian satu pendudukan dengan pendudukan lain," kata Qassem. Pernyataan ini mencerminkan ketegasan Hamas dalam menolak setiap bentuk intervensi asing yang berupaya mengubah status quo di Palestina.
Belakangan ini, kekerasan dan konflik di Gaza semakin meningkat, di mana terjadi pertumpahan darah antara kelompok militan Palestina dan pasukan Israel. Dalam konteks ini, pemindahan warga Palestina dari Gaza menjadi sebuah isu sensitif yang menyentuh aspek identitas dan keberlangsungan hidup masyarakat di wilayah tersebut.
Dalam menyikapi rencana Trump, Hamas menyerukan adanya pertemuan puncak darurat antara negara-negara Arab. Qassem mengajak masyarakat Arab dan organisasi internasional untuk melakukan tindakan tegas dalam menolak proyek yang dianggap sebagai upaya untuk menggusur dan merampas hak-hak rakyat Palestina. Ia berpendapat bahwa rencana tersebut tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga berdampak negatif terhadap stabilitas kawasan.
Berikut adalah beberapa poin penting terkait rencana Trump dan tanggapan dari Hamas:
-
Pernyataan Keras dari Hamas: Qassem menegaskan bahwa setiap upaya untuk bertindak terhadap Gaza akan ditolak. Hamas meminta dukungan masyarakat internasional untuk mempertahankan hak-warga Palestina.
-
Rencana Pemindahan Warga: Usulan Trump mencakup pemindahan sekitar dua juta warga Palestina, yang dianggap sebagai solusi untuk konflik berkepanjangan di kawasan tersebut. Ini menimbulkan kekhawatiran akan hilangnya identitas nasional Palestina.
-
Kekhawatiran Lanjutan: Pihak Hamas menyatakan bahwa situasi di Gaza saat ini sudah cukup sulit, dan langkah-langkah seperti yang diusulkan Trump hanya akan memperparah keadaan. Banyak pengamat menyatakan bahwa pemindahan paksa dapat memicu kekerasan lebih lanjut.
- Respons Internasional: Banyak negara dan organisasi internasional mendesak agar solusi damai dan dialog dilaksanakan, alih-alih pemindahan paksa yang dapat berujung pada krisis kemanusiaan lebih lanjut.
Melihat pernyataan tersebut, tampak jelas bahwa hubungan antara Hamas dan upaya intervensi asing, khususnya dari Amerika Serikat, kini berada dalam titik kritis. Qassem menutup pernyataannya dengan ajakan untuk bersatu, menegaskan bahwa perjuangan rakyat Palestina adalah untuk mendapatkan kembali hak-hak mereka atas tanah yang mereka huni selama berabad-abad. Kian menyusutnya dukungan dalam dunia internasional terhadap intervensi semacam ini mungkin menjadi salah satu faktor yang memengaruhi situasi di Gaza ke depannya.
Sementara itu, perkembangan ini akan terus diperhatikan secara seksama oleh rakyat Palestina, negara-negara Arab, serta berbagai organisasi internasional yang akan berperan penting dalam merespons rencana yang dinilai potensial merugikan banyak pihak ini.