Hamas Kendalikan Gaza: 2 Alasan Menarik dari Analis Israel

Dalam sebuah wawancara dengan i24 News Israel, analis militer Yossi Yehoshua menegaskan bahwa Hamas kini memiliki kendali penuh atas Jalur Gaza, suatu fakta yang telah menjadi perhatian dunia setelah serangkaian konflik berkepanjangan. Menurut Yehoshua, Israel tidak lagi memiliki kekuasaan atau otoritas di kawasan tersebut, bahkan menyebut bahwa Hamas menguasai Gaza baik melalui kekerasan maupun strategi lainnya.

Yehoshua menyatakan, “Hamas benar-benar menguasai Jalur Gaza sepenuhnya, baik dengan kekerasan atau sebaliknya, dan kami tidak memiliki kekuasaan atasnya.” Pernyataan ini menggarisbawahi posisi kuat Hamas yang mampu menentukan nasib dan tindakan yang diambil di Jalur Gaza, termasuk dalam konteks negosiasi dengan Israel, seperti penyerahan sandera.

Ada dua alasan utama yang disampaikan oleh Yehoshua mengapa Hamas bisa berkuasa sepenuhnya di Gaza.

1. Israel Tidak Memiliki Kekuasaan di Gaza
Hal ini mengarah pada pengakuan bahwa tindakan dan kebijakan Israel di Gaza tidak dapat berpengaruh secara signifikan. Dengan kata lain, meskipun Israel berupaya melakukan berbagai langkah, termasuk militer, Hamas tetap bisa bertahan dan mengontrol situasi. Yehoshua menegaskan bahwa selama Hamas memimpin, tidak ada intervensi yang efektif dari pihak Israel untuk mengubah keadaan. Posisi dominan ini menciptakan ketidakpastian tentang masa depan Gaza dan potensi untuk perundingan damai.

2. Usulan Pemindahan Warga Gaza ke Mesir dan Yordania Akan Gagal
Yehoshua juga menganggap bahwa gagasan pemindahan sukarela warga Gaza ke negara-negara tetangga, seperti Mesir dan Yordania, sangat tidak realistis. Menurutnya, sulit untuk membayangkan berapa banyak warga Palestina yang bersedia untuk pindah. Ini sejalan dengan pernyataan Presiden AS Donald Trump yang menyebutkan perlunya pemindahan tersebut akibat “kurangnya tempat tinggal di Jalur Gaza.” Namun, baik Mesir maupun Yordania secara tegas menolak gagasan ini. Kementerian Luar Negeri Mesir menyatakan bahwa pemindahan paksa tersebut melanggar hak-hak rakyat Palestina. Demikian pula, Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi, menegaskan bahwa penolakan terhadap pemindahan warga Palestina adalah sikap yang tidak akan diubah.

Pernyataan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa juga menegaskan komitmennya untuk menolak setiap rencana yang akan mengarah pada pemindahan paksa atau pembersihan etnis, menunjukkan bahwa dukungan internasional terhadap hak-hak rakyat Palestina tetap ada.

Situasi di lapangan semakin rumit dengan sekitar 300.000 warga Palestina yang mulai kembali ke Gaza dan daerah utara, meskipun Israel menunda kepulangan mereka selama 24 jam dengan tetap menerapkan blokade jalan. Ketegangan ini terjadi di tengah laporan mengenai kerugian yang besar akibat genosida yang dilakukan oleh Israel, yang telah mengakibatkan lebih dari 159.000 warga Palestina tewas dan terluka, termasuk banyak perempuan dan anak-anak.

Di saat Hamas berkuasa penuh, Palestina menghadapi tantangan besar dalam hal politik dan kemanusiaan. Lembaga-lembaga internasional dan negara-negara tetangga terus mempertanyakan strategi dan pernyataan yang diambil dalam menghadapi krisis ini. Pengakuan bahwa Hamas memiliki kendali penuh di Gaza memberikan gambaran jelas tentang dinamika kekuasaan di wilayah tersebut dan menunjukkan tantangan yang akan terus dihadapi dalam pencarian solusi damai dan berkelanjutan.

Exit mobile version