Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, meresmikan kesepakatan gencatan senjata dengan Israel yang berlaku mulai Minggu, 19 Januari 2025. Kesepakatan ini dianggap sebagai “titik balik” dalam perjuangan rakyat Palestina untuk melawan pendudukan Israel. Dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan, Hamas menyebut gencatan senjata ini sebagai sebuah kemenangan besar bagi rakyat Palestina.
Dalam pengumuman tersebut, Hamas menegaskan bahwa kesepakatan ini merupakan hasil dari “keteguhan legendaris” rakyat Palestina dan ketahanan perlawanan Gaza selama 15 bulan terakhir. Hamas pun menyatakan, “Gencatan senjata ini adalah pencapaian bagi rakyat kami, perlawanan kami, bangsa kami, dan seluruh orang yang mencintai kebebasan di dunia. Ini adalah langkah menuju tujuan kami untuk pembebasan dan kembalinya kami ke tanah air.”
Gencatan senjata ini bukan hanya hasil dari upaya internal, tetapi juga didukung oleh komunitas internasional. Dalam pernyataannya, Hamas berterima kasih kepada negara-negara Arab, masyarakat Muslim, dan komunitas global yang telah berperan dalam meningkatkan kesadaran tentang krisis yang dihadapi oleh rakyat Palestina. Mereka juga mengapresiasi peran mediator, terutama Qatar dan Mesir, dalam memfasilitasi tercapainya kesepakatan ini. Perdana Menteri Qatar, Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani, mengonfirmasi kesepakatan tersebut dalam konferensi pers di Doha.
Kesepakatan gencatan senjata ini terdiri dari beberapa tahap, dengan tahap pertama yang berlangsung selama 42 hari berfokus pada pembebasan 33 tahanan Israel, yang akan dibalas dengan pembebasan sejumlah tahanan Palestina. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi ketegangan yang telah berlangsung lama dan membuka jalan untuk dialog yang lebih konstruktif.
Selama 15 bulan terakhir, konflik antara Israel dan Gaza telah melahirkan bencana kemanusiaan yang parah. Para pengamat memperkirakan bahwa lebih dari 156.000 orang kehilangan nyawa, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Di samping itu, sebanyak 11.000 orang dilaporkan hilang, sementara infrastruktur Gaza mengalami kerusakan yang luas dan krisis kemanusiaan yang semakin mendalam.
Krisis ini termasuk salah satu yang terburuk dalam sejarah dunia modern, dengan dampak yang sangat signifikan terhadap kehidupan sehari-hari warga Gaza. Dalam situasi yang tersisa, Hamas menegaskan bahwa perjanjian ini mencerminkan tanggung jawab mereka untuk menghentikan agresi Israel, mengakhiri pembantaian, dan mencegah genosida yang bisa membahayakan warga sipil.
Gencatan senjata ini memberikan harapan baru bagi rakyat Palestina untuk menatap masa depan yang lebih baik dan untuk terus berjuang menuju pembebasan tanah air mereka. Dengan adanya dukungan internasional dan mediator yang efektif, kesepakatan ini menjadi lambang harapan akan perdamaian yang lebih stabil dan potensial bagi rakyat Palestina. Namun, meski ada langkah positif ini, tantangan masih tetap ada, dan perjuangan menuju keadilan dan kebebasan tentunya akan berlanjut.
Melihat dinamika yang terjadi, banyak pengamat memantau setiap langkah dari gencatan senjata ini, berharap agar ketegangan yang telah berlangsung lama dapat berkurang. Warga Gaza menginginkan adanya kedamaian yang berlangsung dan berkelanjutan, di mana mereka dapat hidup dengan aman dan sejahtera di tanah air mereka sendiri.