Harga cabai mengalami lonjakan yang signifikan di pekan pertama Ramadan 2025, dengan rata-rata harga mencapai Rp104.000 per kilogram di seluruh Indonesia. Kenaikan harga ini menjadi perhatian masyarakat, mengingat cabai merupakan salah satu bahan pokok yang penting dalam berbagai masakan, terutama saat bulan puasa.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengungkapkan bahwa kenaikan harga cabai disebabkan oleh banyaknya kasus gagal panen akibat curah hujan yang tinggi. Hujan yang berlebihan menyebabkan bunga cabai rontok, sehingga mempengaruhi produksi dan pasokan di pasar. Dalam kunjungan ke Pasar Johar Baru, Jakarta, Arief menjelaskan, “Hujan yang terjadi menyebabkan berbagai tanaman cabai gagal berproduksi.”
Selain itu, Arief menyatakan harapannya terhadap petani untuk mengadopsi teknologi pertanian yang lebih baik guna melindungi tanaman cabai dari faktor cuaca ekstrem. Ia merekomendasikan penggunaan cungkup atau greenhouse, yang dapat melindungi tanaman cabai dan memungkinkan petani untuk memanen hasilnya hingga 20 kali. “Dengan adanya pelindung tanaman, diharapkan para petani dapat mengurangi risiko gagal panen di masa yang akan datang,” lanjutnya.
Di tengah lonjakan harga cabai ini, ada harapan bahwa situasi pasar akan stabil kembali dalam waktu dekat. Arief juga menegaskan bahwa harga cabai bukannya tanpa keuntungan bagi petani. “Kita patut bersyukur, harga cabai hari ini mengalami perbaikan, meskipun sebelum ini harga tentu saja jatuh,” ujarnya. Namun, Arief menekankan pentingnya agar harga tidak jatuh terlalu rendah ke depannya.
Kendati harga cabai melambung tinggi, Arief memastikan bahwa komoditas pangan lain tidak mengalami kenaikan yang signifikan. “Masyarakat tidak perlu khawatir, karena harga bahan pangan lainnya masih cenderung stabil,” tambahnya. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun cabai mengalami lonjakan, kebutuhan pokok lainnya tetap terjaga.
Berikut ini adalah penyebab utama yang berkontribusi terhadap kenaikan harga cabai:
1. Cuaca Ekstrem: Hujan yang tidak terduga menyebabkan banyak tanaman cabai gagal dipanen.
2. Penurunan Pasokan: Gagal panen mengarah pada berkurangnya jumlah cabai yang tersedia di pasar.
3. Permintaan yang Tinggi: Memasuki bulan Ramadan, permintaan akan bahan makanan, termasuk cabai, meningkat.
Masyarakat berharap untuk mendapatkan alternatif harga yang lebih terjangkau agar tetap dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Beberapa pedagang di pasar melaporkan bahwa meski harga cabai mengalami kenaikan, permintaan tetap tinggi, sehingga banyak pelanggan yang tetap membelinya. “Kami tetap menjual meskipun harganya naik, karena cabai adalah bahan pokok yang tidak bisa ditinggalkan,” ujar salah satu pedagang.
Sebagian masyarakat juga mempertanyakan tindakan pemerintah dalam menanggulangi masalah ini. Mereka berharap adanya intervensi yang lebih kuat dari pemerintah untuk menstabilkan harga cabai, khususnya pada saat bulan Ramadan yang merupakan bulan suci bagi umat Islam.
Melihat situasi ini, pemerintah dan stakeholders terkait perlu mencari solusi jangka panjang untuk meningkatkan ketahanan pangan, termasuk memperhatikan teknik pertanian yang akan membantu meminimalisir risiko gagal panen. Dengan langkah-langkah strategis dari berbagai pihak, diharapkan harga cabai dan bahan pangan lainnya bisa kembali stabil, sehingga masyarakat tidak terbebani oleh harga yang melambung tinggi di pasaran.