
Harga emas dunia mengalami lonjakan signifikan, mencetak rekor tertinggi pada Jumat, 14 Maret 2025, dan mencapai level US$ 2.990,09 per troy ons. Di Indonesia, harga emas batangan dari PT Antam juga mengukir rekor baru, berpaku pada Rp 1,742 juta per gram. Peningkatan tajam ini berimbas dari kebijakan tarif impor yang diusung oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, serta kekhawatiran mendalam atas ketegangan perdagangan global.
Menurut laporan yang dilansir dari Reuters, lonjakan harga emas ini mencerminkan ketidakpastian di pasar akibat kebijakan tarif yang semakin rumit. Yeap Jun Rong, seorang ahli strategi pasar di IG, menyatakan bahwa pasar cenderung menghindari risiko, yang membuat banyak investor beralih ke emas sebagai aset lindung nilai di tengah volatilitas yang meningkat. “Sentimen pasar jelas mencerminkan kekhawatiran bahwa ketegangan perdagangan akan terus meningkat, sehingga emas kembali menjadi pilihan utama bagi investasi yang aman,” ujarnya.
Eskalasi terbaru dalam pernyataan perdagangan global menunjukkan Uni Eropa telah menjawab kebijakan tarif AS terhadap baja dan aluminium dengan mengenakan pajak 50% pada ekspor wiski dari AS. Menanggapi tindakan tersebut, Trump mengancam untuk menerapkan tarif 200% pada impor anggur dan minuman beralkohol dari Eropa. Situasi ini menambah tingkat ketegangan yang sudah ada dan mendorong investor untuk mencari perlindungan di emas.
Memasuki kuartal kedua 2025, banyak analis memperkirakan bahwa kebijakan tarif balasan ini berpotensi memicu gejolak pasar yang lebih besar. Emas semakin diakui sebagai aset aman yang menarik di tengah terbatasnya alternatif investasi lain. Dengan berpotensi memicu inflasi dan ketidakpastian ekonomi, kebijakan tarif Trump membuat harga emas terus meroket dan mencetak rekor-psiko yang mengesankan sepanjang 2025.
Emas, yang sering dipandang sebagai pelindung terhadap risiko politik dan inflasi, mendapat keuntungan dari lingkungan suku bunga rendah. Saat ini, pasar bersiap untuk keputusan kebijakan moneter Federal Reserve yang akan datang, yang diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25% hingga 4,50%. Dalam situasi suku bunga rendah, emas batangan, yang tidak memberikan imbal hasil, menjadi pilihan menarik bagi para investor.
Berikut beberapa faktor yang berkontribusi pada lonjakan harga emas:
1. Kebijakan tarif tinggi oleh pemerintah AS, mengakibatkan ketidakpastian ekonomi.
2. Respon balasan dari Uni Eropa yang menambah ketegangan perdagangan global.
3. Ancaman inflasi yang dihadapi pasar akibat kebijakan perdagangan.
4. Lingkungan suku bunga rendah yang menguntungkan emas sebagai aset pelindung.
Momen tersebut membuat pasar emas lebih berkilau di tengah kekhawatiran yang melanda para pelaku ekonomi. Ketidakstabilan perdagangan internasional dan ketidakpastian kebijakan keuangan berkontribusi pada meningkatnya permintaan untuk emas sebagai aset aman. Lasos yang melanda sistem ekonomi menunjukkan bahwa masyarakat dan investor cenderung beralih ke investasi yang lebih stabil saat menghadapi berbagai tantangan.
Sementara itu, para pelaku pasar memperhatikan dengan saksama perkembangan terbaru dari kebijakan moneter Federal Reserve yang direncanakan akan diumumkan dalam waktu dekat. Dengan situasi yang terus berkembang, harga emas diperkirakan akan tetap menarik minat investor yang memprioritaskan keamanan dalam berinvestasi di tengah ketidakstabilan yang melanda pasar global saat ini.