Kekhawatiran mengenai penurunan angka kelahiran dan tingkat kesuburan di kawasan ASEAN semakin mendapatkan perhatian. Menurut laporan terbaru yang dirilis dalam “ASEAN Key Figures 2023,” negara-negara di Asia Tenggara kini menghadapi tantangan kritis terkait demografi, yang bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi kawasan. Dengan populasi sekitar 670 juta orang, ASEAN adalah kawasan terpadat ketiga di dunia setelah India dan China. Namun, penurunan angka kelahiran ini patut diwaspadai, terutama dalam konteks kemakmuran ekonomi masa depan.
Perubahan gaya hidup, urbanisasi yang cepat, dan dampak perubahan iklim menjadi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap menurunnya angka kelahiran di negara-negara ASEAN. Ayman Falak Medina, Wakil Redaktur ASEAN Briefing, menegaskan bahwa penurunan angka kelahiran dan tingkat kesuburan harus menjadi perhatian utama pemerintah di kawasan ini. “Meskipun perubahan iklim menjadi tantangan signifikan bagi ASEAN, tantangan yang lebih besar adalah mengatasi penurunan angka kelahiran dan kesuburan karena hal ini akan berdampak pada produktivitas secara keseluruhan,” katanya dalam wawancara melalui email dengan Bernama.
Beberapa negara di ASEAN, seperti Singapura, Thailand, Vietnam, dan Malaysia, telah mulai mengalami perubahan demografi yang signifikan akibat populasi yang menua. Diproyeksikan bahwa pada tahun 2030, satu dari empat warga Singapura akan berusia 65 tahun atau lebih. Thailand memperkirakan 25 persen penduduknya akan berada pada kelompok usia yang sama pada tahun 2040, sementara Vietnam mempersiapkan hingga hampir 30 persen penduduknya berusia 60 tahun atau lebih pada tahun yang sama. Adapun Malaysia, meskipun proses penuaan berlangsung lebih lambat, tetap mengalami tren yang sama.
Laporan tersebut juga mencatat bahwa penurunan Total Fertility Rate (TFR) di kawasan ini telah terjadi selama dekade terakhir. Selain sebagai ancaman, penurunan laju pertumbuhan penduduk dapat membawa beberapa efek positif. Di antaranya ialah peningkatan kualitas hidup, berkurangnya tekanan finansial, dan menurunnya permintaan terhadap sumber daya alam utama seperti energi, tanah, dan air. Namun di sisi lain, ada keprihatinan terkait efek jangka panjang yang ditimbulkan, seperti kekurangan tenaga kerja dan berkurangnya populasi pemuda.
Proyeksi yang lebih luas menunjukkan bahwa jika tingkat fertilitas terus menurun, jumlah penduduk usia kerja dapat mengalami penurunan yang signifikan, sementara jumlah penduduk lanjut usia akan meningkat. “Situasi ini kemungkinan akan meningkatkan beban ekonomi termasuk biaya perawatan kesehatan dan jaminan sosial,” lapor ASEAN. Oleh karena itu, investasi pemerintah dalam perlindungan sosial serta penerapan kebijakan yang mendorong angka kelahiran menjadi elemen penting yang mesti diperhatikan.
Dalam pandangan beberapa ahli, penanganan penuaan penduduk harus melibatkan cara-cara inovatif untuk meningkatkan partisipasi tenaga kerja yang lebih tua dan menciptakan lingkungan yang mendukung bagi orang yang lebih tua untuk tetap aktif secara sosial dan ekonomi. Kebijakan-kebijakan tersebut tidak hanya akan memberikan manfaat langsung kepada individu, tetapi juga kepada negara secara keseluruhan.
Sebagai langkah awal, pemerintah di negara-negara ASEAN disarankan untuk mengembangkan program-program yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup warga lanjut usia, termasuk akses terhadap pendidikan, perawatan kesehatan, dan jaminan sosial. Hal ini diharapkan dapat menciptakan masyarakat yang produktif meskipun dalam konteks penuaan populasi.
Situasi demografi di ASEAN adalah cermin dari tantangan yang harus dihadapi oleh negara-negara dalam menciptakan masa depan yang berkelanjutan. Dengan investasi yang tepat dan kebijakan yang responsif, kawasan ini memiliki potensi untuk mengelola perubahan demografi demi kemakmuran dan kestabilan ekonomi di masa depan.