
Besaran gaji Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) selama menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina menjadi sorotan publik setelah kritik tajam dari pengacara kondang, Hotman Paris. Situasi ini semakin menarik perhatian setelah terbongkarnya dugaan korupsi Pertamina yang merugikan negara hingga Rp1.000 triliun oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
Dalam sebuah pernyataan yang marak diperbincangkan, Hotman Paris mengekspresikan ketidakpuasannya terhadap Ahok melalui media sosial. Ia menanyakan kinerja Ahok selama menjabat sebagai komisaris, seraya menunjuk pada fakta bahwa Ahok memiliki gaji yang tidak sedikit. “Hai Ahok. Saya lagi di Singapura, panas lihat gaya lo ngotot-ngotot di semua medsos. Kamu kan komisaris, apalagi komisaris utama dengan gaji miliaran di Pertamina,” ungkap Hotman. Ia mencermati bahwa seharusnya Ahok lebih fokus pada tugasnya sebagai pengawas di Pertamina, daripada melakukan kritik setelah masa jabatannya usai.
Hotman Paris juga mengingatkan bahwa tugas seorang komisaris bukanlah hal yang sepele. “Malu dong itu tugas kamu komisaris. Komisaris itu digaji untuk mengawasi bahkan pencurian satu sen pun, ya itu juga tak boleh luput dari pengawasan komisaris,” terangnya. Selain itu, Hotman mendesak Ahok untuk meminta maaf secara terbuka dan mengembalikan seluruh gaji yang telah diterima sebagai Komisaris Pertamina kepada negara. “Lebih jantan lagi kalau kau mengembalikan semua gajimu,” tegasnya.
Berkaitan dengan besaran gaji Ahok, gaji seorang komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diatur dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-3/MBU/03/2023. Berdasarkan peraturan tersebut, honorarium Komisaris Utama Pertamina ditetapkan sebesar 45 persen dari gaji Direktur Utama Pertamina. Hingga akhir tahun 2023, Pertamina dilaporkan menganggarkan kompensasi sebesar USD51.288.000 untuk seluruh Dewan Komisaris, yang setara dengan Rp806,56 miliar.
Dengan delapan anggota di Dewan Komisaris, setiap individu diperkirakan mendapatkan sekitar Rp100,82 miliar per tahun. Jika dihitung bulanan, gaji komisaris di Pertamina mencapai Rp8,4 miliar. Meski fakta tersebut mencolok, Ahok sendiri pernah mengungkapkan bahwa honorariumnya tidak sebesar angka tersebut. Pada tahun 2020, ia pernah menyebutkan, “Kalau gaji, gedean komisarislah. Jauh (dibanding sebagai gubernur). Kalau di Pertamina kita bisa dapat Rp 170 juta gaji.”
Pernyataan Ahok ini menciptakan kesan adanya ketidaksesuaian antara perkiraan publik dan realitas yang ia rasakan. Hal ini dilihat sebagai upaya Ahok untuk meredakan sorotan tajam terkait gaji besar yang ia terima.
Kritik dari Hotman Paris menjadi semakin relevan ketika dilihat dari konteks tanggung jawab yang diemban oleh seorang komisaris. Tugas untuk mengawasi kinerja dan manajemen perusahaan BUMN seharusnya tidak bisa dianggap sepele, terutama ketika munculnya isu korupsi besar yang melibatkan perusahaan tersebut. Respons masyarakat terhadap situasi ini pun bervariasi, dengan banyak yang mendukung seruan untuk transparansi dan akuntabilitas dalam kepemimpinan BUMN.
Isu tentang gaji dan kinerja ini berpotensi memicu lebih banyak pembicaraan mengenai tata kelola di sektor BUMN, terutama di tengah masyarakat yang semakin kritis terhadap pengelolaan sumber daya negara. Banyak yang berharap para pejabat dan tokoh publik, termasuk Ahok, untuk menunjukkan integritas dan komitmen mereka terhadap pelayanan publik, bukan hanya dalam bentuk retorika, tetapi dengan tindakan nyata yang dapat diterima oleh masyarakat. Dengan demikian, diskusi ini bukan sekadar soal gaji, melainkan mencakup hal yang lebih luas mengenai etika dan tanggung jawab sebagai pemimpin dalam institusi publik.