Kepala Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), Karim Khan, pada Kamis, 23 Januari 2025, mengumumkan permintaan surat perintah penangkapan untuk dua pemimpin tinggi Taliban Afghanistan. Permintaan tersebut diajukan sehubungan dengan dugaan penindasan yang sistematis terhadap perempuan dan kelompok LGBTQI+ di bawah kepemimpinan Taliban sejak mereka mengambil alih kembali kendali atas negara tersebut pada 2021.
Dalam pernyataan resminya, Khan menegaskan bahwa ia telah meminta hakim untuk menyetujui surat perintah penangkapan untuk Hibatullah Akhunzada, pemimpin tertinggi Taliban, serta Abdul Hakim Haqqani, kepala Mahkamah Agung Afghanistan. Kedua tokoh ini dituduh melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan karena penganiayaan berbasis gender yang telah berlangsung secara terus-menerus dan tidak bermoral.
Menurut Khan, perempuan dan anak perempuan Afghanistan serta komunitas LGBTQI+ saat ini menghadapi penganiayaan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dalam pernyataannya, dia menjelaskan, “Aplikasi ini mengakui bahwa penganiayaan terhadap kelompok-kelompok ini oleh Taliban adalah sesuatu yang memerlukan perhatian serius dari komunitas internasional.”
Sejak Taliban berkuasa, berbagai larangan telah diberlakukan yang membatasi hak-hak perempuan. Berikut adalah beberapa tindakan yang diambil oleh pemerintah Taliban yang menimbulkan kritik keras dari komunitas internasional dan organisasi hak asasi manusia:
1. Larangan perempuan untuk bekerja di sektor publik dan swasta.
2. Pembatasan akses perempuan ke pendidikan, membatasi mereka hanya sampai kelas enam.
3. Larangan perempuan untuk mengakses sebagian besar ruang publik.
4. Pemberlakuan kebijakan yang mengharuskan bangunan tidak memiliki jendela yang menghadap ke arah tempat di mana perempuan mungkin duduk atau berdiri.
Kritik tidak hanya datang dari negara-negara Barat, tetapi juga dari sejumlah kelompok hak asasi manusia di tingkat global. Liz Evenson, direktur keadilan internasional di Human Rights Watch, menyatakan, “Pelanggaran sistematis mereka terhadap hak-hak perempuan dan anak perempuan, termasuk larangan pendidikan, dan penindasan terhadap mereka yang bersuara, telah meningkat dengan penuh impunitas. Tanpa adanya keadilan yang terlihat di Afghanistan, permintaan surat perintah ini menawarkan jalur penting menuju akuntabilitas.”
Langkah permintaan surat perintah ini juga mencerminkan perubahan bersejarah dalam pengakuan bahwa serangan terhadap komunitas LGBTQI+ merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Ini menandai pertama kalinya dalam sejarah ICC bahwa isu ini dianggap layak untuk diselidiki secara serius dalam konteks pelanggaran hak asasi manusia.
Penyelidikan terhadap Taliban telah dimulai setelah hakim di ICC menyetujui permintaan jaksa untuk membuka kembali penyelidikan terkait pelanggaran hak manusia di Afghanistan. Sebelumnya, penyelidikan ini ditangguhkan setelah pemerintah Taliban mengklaim mampu menangani masalah tersebut sendiri. Namun, dengan penegasan Khan bahwa “tidak ada lagi prospek investigasi domestik yang asli dan efektif” di Afghanistan, ICC kembali mengambil alih tanggung jawab tersebut.
Walaupun langkah ini telah dipuji banyak pihak, keputusan Khan untuk fokus terutama pada kejahatan yang dilakukan oleh Taliban dan afiliasi ISIS telah menuai kritik. Beberapa pihak beranggapan bahwa perhatian harus juga diberikan pada pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah sebelumnya, termasuk negara-negara asing seperti Amerika Serikat.
Dalam konteks hukum, tidak ada batas waktu yang ditetapkan bagi hakim untuk memutuskan permintaan surat perintah tersebut, namun keputusan biasanya memakan waktu sekitar empat bulan. Sebagai perbandingan, pengeluaran surat perintah untuk Presiden Rusia Vladimir Putin pada tahun 2023 hanya memakan waktu tiga minggu.
Ketegangan dan pelanggaran hak asasi manusia di Afghanistan terus menjadi sorotan, dan dengan langkah ICC ini, harapan akan akuntabilitas di tengah penindasan yang berlangsung di bawah pemerintahan Taliban semakin mendesak untuk diwujudkan. Hal ini memberikan sinyal bahwa dunia internasional tetap memperhatikan situasi di Afghanistan dan berupaya untuk mendorong perubahan melalui mekanisme hukum yang ada.