
Sekelompok ilmuwan mengklaim telah menemukan lokasi yang diyakini sebagai tempat Bahtera Nuh berlabuh setelah peristiwa banjir besar yang tercatat dalam kitab suci. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh tim yang dikenal sebagai Noah’s Ark Scans, posisi terakhir bahtera tersebut terletak di pegunungan Turki timur, sekitar 30 kilometer selatan Gunung Ararat.
Formasi geologi yang menarik perhatian mereka adalah situs Durupinar, sebuah gundukan berbentuk perahu yang memiliki dimensi yang konon sesuai dengan yang dijelaskan dalam Kitab Kejadian. Formasi ini, dengan panjang sekitar 538 kaki, telah lama dianggap sebagai lokus yang mungkin menyimpan sisa-sisa Bahtera Nuh.
Meskipun Bahtera Nuh menjadi simbol ketiga agama besar—Kristen, Yahudi, dan Islam—keberadaannya hingga saat ini belum dapat dibuktikan secara ilmiah. Peneliti utama proyek ini, Andrew Jones, mengungkapkan bahwa meskipun penggalian penuh belum dimulai, mereka telah melakukan serangkaian uji non-invasif dan analisis ilmiah untuk mengumpulkan bukti awal.
“Lokasi tersebut terletak di aliran tanah aktif dengan musim dingin yang keras, jadi melindungi area tersebut adalah prioritas utama kami,” kata Jones. Tim ini bekerja sama dengan mitra dari universitas Turki untuk melakukan uji non-destruktif seperti pengambilan sampel tanah dan pemindaian radar untuk menentukan apakah struktur yang mereka deteksi benar-benar buatan manusia atau hanya formasi alami.
Hasil uji awal juga menunjukkan beberapa temuan mengejutkan. Ahli geologi Dr. Memet Salih Bayraktutan mengumpulkan 22 sampel tanah dari dalam dan sekitar lokasi “bahtera” yang diduga tersebut. Analisis yang dilakukan di Universitas Ataturk mengungkapkan bahwa kadar pH, bahan organik, dan kalium di lokasi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan area di sekitarnya. Temuan ini menunjukkan adanya kemungkinan struktur buatan manusia. Selain itu, rumput di dalam lokasi tersebut menguning dan memudar lebih awal dibandingkan dengan area sekitar, fakta ini juga mengarah pada dugaan bahwa lokus tersebut buatan manusia.
Penerapan teknologi pemindaian radar penembus tanah (GPR) pada tahun 2019 menambah bukti yang ada. Dengan menggunakan pulsa radar frekuensi ganda, para peneliti berhasil mendeteksi bentuk persegi panjang yang terletak sekitar 22 kaki di bawah permukaan. Kemungkinan ini adalah ruang yang terkubur atau elemen konstruksi dari sebuah struktur. Jones menegaskan pentingnya pengumpulan data tambahan sebelum mempertimbangkan penggalian lebih lanjut.
“Rencananya adalah untuk mengambil sampel inti dari seluruh formasi. Hal ini akan memungkinkan kami untuk memastikan apakah sudut siku-siku dan pola geometris yang kami temukan melalui pemindaian GPR memang merupakan struktur buatan manusia atau sekadar formasi alami,” imbuhnya.
Proses penelitian ini menunjukkan komitmen tim tidak hanya untuk membuktikan atau membantah teori mengenai keberadaan Bahtera Nuh, tetapi juga menjaga keberlangsungan dan pelestarian lokasi tersebut. Jones mengingatkan bahwa setiap langkah akan dilakukan dengan cermat dan sesuai dengan standar pelestarian yang tepat.
Temuan ini menarik perhatian publik dan media, mengingat misteri Bahtera Nuh telah beredar selama ribuan tahun. Jika hasil penelitian dapat memberikan bukti lebih lanjut mengenai keberadaannya, ini tidak hanya akan menjadi kejutan bagi para peneliti tetapi juga masyarakat luas yang tertarik pada cerita-cerita dari kitab suci.
Dengan berbagai teknik ilmiah yang digunakan, seperti pemindaian GPR dan pengujian sampel tanah, para ilmuwan berharap bisa memberikan penjelasan lebih lanjut tentang struktur yang ditemukan. Untuk saat ini, lokasi tersebut tetap menjadi fokus penelitian selanjutnya dengan harapan akan membawa kita lebih dekat pada pemahaman sejarah dan mungkin, misteri terbesar dari kisah Bahtera Nuh.