
Mojokerto, Podme.id – Peristiwa longsor yang terjadi di jalur Pacet, Kabupaten Mojokerto pada Kamis, 3 April 2025, menewaskan sepuluh orang, termasuk tiga anggota keluarga asal Mojokerto. Korban terdiri dari Ahmad Fiki Muzaki (28), istrinya Fitria Handayani (30), dan putri mereka yang berusia tiga tahun, Mikaila FZ. Mereka mengalami tragedi saat dalam perjalanan mudik menggunakan mobil pikap Grand Max bernopol S 9137 N, ketika material longsor menerjang kendaraan yang mereka naiki.
Dari informasi yang dihimpun, Fiki dan keluarganya hendak pulang ke Trenggalek, Jawa Timur. Rencana perjalanan mereka mengharuskan melewati jalur alternatif Pacet-Cangar, bertujuan untuk menyambangi kerabat di Blitar dan Tulungagung. Sayangnya, saat melintas di lokasi kejadian, mereka terjebak dalam kecelakaan fatal yang merenggut nyawa.
Ibu kandung Fitria, Nurul Fatimah, menceritakan bahwa pada malam takbiran, Fiki mengungkapkan impian sederhana namun mendalam, yaitu ingin membeli sepetak tanah untuk membangun rumah kecil bagi keluarganya. “Dia bilang mau beli tanah sepetak, kemudian ingin umrah bertiga,” ungkap Nurul ke wartawan pada Sabtu, 5 April 2025. Ungkapan yang mengharukan ini menggambarkan harapan mereka untuk masa depan yang lebih baik.
Siti Khadijah, bibi Fitria, juga mengonfirmasi bahwa pada malam yang sama, Fiki dan istrinya mengunjungi rumah makannya dan mengungkapkan keinginan yang serupa. “Mereka memang sempat berbicara soal itu, ingin punya sepetak tanah buat bertiga,” kenangnya. Sayangnya, impian mereka kandas seiring dengan tragedi tersebut. Dalam sebuah upacara pemakaman yang penuh haru, jasad Fiki sekeluarga dikebumikan bersamaan dalam satu liang lahat di Tempat Pemakaman Umum Dusun Urung-Urung, Desa Jatijejer, Kecamatan Trawas pada Jumat, 4 April 2025.
Korban lainnya dalam insiden longsor ini adalah tujuh orang dari satu keluarga asal Sidoarjo. Mereka menumpangi mobil Toyota Innova yang juga diterjang longsor dan terjatuh ke jurang. Ketujuh korban tersebut adalah Masjid Zatmo, Rani Anggraini (28), Wahyudi (71), Jainah (61), Sauda (70), Syahrul Nugroho RS (6), dan Putri Qiana Ramadhani (2). Keluarga ini pun menjalani nasib tragis yang sama di lokasi bencana yang sama, yang menunjukkan betapa berbahayanya kondisi alam saat itu.
Peristiwa longsor ini menjadi sorotan karena bukan hanya mengambil nyawa, tetapi juga mengguncang komunitas yang ditinggalkan dengan duka yang mendalam. Keluarga yang hilang, terutama Fiki dan Fitria yang memiliki impian untuk masa depan, menjadi simbol dari harapan yang terputus dalam sekejap akibat bencana alam. Keinginan untuk membangun kehidupan yang lebih baik dan berbagi kebahagiaan sebagai sebuah keluarga kini hanya menjadi kenangan.
Bencana tersebut juga berdampak luas dengan penutupan beberapa tempat wisata di kawasan itu, sebagai langkah keamanan bagi pengunjung. Petugas SAR terus melakukan pencarian dan evakuasi untuk memastikan tidak ada lagi korban yang terjebak di bawah tumpukan material longsor. Ketidakpastian cuaca dan kemungkinan longsor susulan tetap menjadi perhatian utama bagi pihak berwenang.
Tragedi longsor ini mengingatkan semua orang akan pentingnya kewaspadaan terhadap bencana alam, serta perlunya persiapan yang matang saat bepergian, terutama saat musim hujan yang seringkali membawa risiko tanah longsor. Hanya waktu yang mampu menyembuhkan luka bagi keluarga yang ditinggalkan dalam duka mendalam dan harapan yang kini sirna.