Indonesia Pimpin ASEAN Redakan Ketegangan Nuklir di Korea

Indonesia bersama negara-negara anggota ASEAN dituntut untuk memimpin dalam upaya meredakan ketegangan yang diakibatkan oleh persaingan senjata nuklir di Semenanjung Korea. Dalam konteks global saat ini, di mana ancaman dari adanya senjata nuklir semakin terasa, peran diplomasi Indonesia sebagai salah satu kekuatan regional menjadi sangat penting. Hal ini disampaikan dalam sebuah webinar bertema “Ancaman Nuklir di Semenanjung Korea bagi Perdamaian Dunia” yang diselenggarakan oleh Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) di Jakarta, baru-baru ini.

Webinar ini dihadiri oleh sejumlah pembicara ahli, termasuk Laksdya TNI Dr. T.S.N.B. Hutabarat, yang menjelaskan bahwa meski perang nuklir saat ini nyaris tidak mungkin terjadi selama pemimpin negara-negara besar masih rasional, setiap negara tetap perlu waspada. "Jangkauan misil Korea Utara saat ini semakin luas, tidak hanya mengancam kawasan Asia Timur tetapi juga sampai ke Asia Tenggara dan Benua Amerika," ungkap Hutabarat.

Eksperimen misil yang dilakukan oleh Korea Utara dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan agresif yang patut dicermati. Negara-negara di ASEAN, termasuk Indonesia, memiliki kewajiban untuk memastikan stabilitas dan keamanan regional. "ASEAN sekarang relatif lebih aman dibandingkan kawasan lain di dunia. Sangat penting bagi Indonesia untuk memajukan peran ASEAN dalam meredakan ketegangan ini," lanjut Hutabarat.

Peran Indonesia sebagai negara besar di Asia Tenggara juga menjadi sorotan. Sukamta, anggota Komisi I DPR RI, menekankan bahwa stabilitas yang ada di ASEAN menjadikan kawasan ini sebagai arena yang tepat bagi Indonesia untuk berupaya meredakan ketegangan, terutama dalam menghadapi tantangan dari Korea Utara. "Solidaritas ASEAN harus diperkuat, terutama sebagai respons terhadap dinamika keamanan yang kompleks ini," kata Sukamta.

Sementara itu, Juru Bicara Kantor Kepresidenan, Dr. Ujang Komarudin, menegaskan bahwa ketegangan yang terjadi di Semenanjung Korea menjadi perhatian serius pemerintah Indonesia. "Kami telah merancang strategi mitigasi untuk mengantisipasi jika situasi semakin memburuk," ujarnya, sambil mengingatkan bahwa lebih dari 72 ribu Warga Negara Indonesia (WNI) tinggal di Korea Selatan. "Penting untuk memiliki langkah-langkah darurat guna melindungi warga kita jika terjadi ancaman," tambahnya.

Dalam konteks ini, penting untuk memerhatikan karakteristik pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, yang cenderung sulit diprediksi. "Kombinasi antara karakter diktator yang menyulitkan prediksi dan kemampuan jangkauan misil yang meningkat membuat situasi semakin genting," ucap Sukamta.

Beberapa hal yang perlu dicatat terkait upaya meredakan ketegangan di Semenanjung Korea meliputi:

  1. Diplomasi ASEAN: Memperkuat peran diplomasi Indonesia dan ASEAN dalam perundingan keamanan regional.
  2. Kesadaran Global: Meningkatkan kesadaran masyarakat internasional mengenai pentingnya stabilitas di Semenanjung Korea.
  3. Kolaborasi Multilateral: Menggali peluang kolaborasi dengan negara-negara pemilik senjata nuklir untuk membangun kepercayaan dan keamanan.
  4. Strategi Mitigasi: Menyiapkan rencana tanggap darurat guna melindungi WNI di kawasan yang berisiko tinggi.

Kegiatan webinar yang dipandu oleh Erik Purnama Putra, Co-founder ISDS, merupakan bagian dari upaya ISDS dalam meningkatkan kesadaran terkait kedaulatan dan peran Indonesia di kawasan. Tingginya jumlah partisipan dalam lomba menulis bertema serupa yang diadakan sebelumnya, dengan 400 peserta berasal dari berbagai latar belakang, menunjukkan bahwa isu ini mendapat perhatian serius dari masyarakat luas.

Dengan dukungan diplomasi yang kuat dan kolaborasi yang sinergis antarnegara, diharapkan Indonesia dapat memimpin ASEAN dalam langkah-langkah konkret untuk menciptakan keamanan dan stabilitas di Semenanjung Korea.

Exit mobile version