Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, memperkirakan bahwa inflasi di bulan Maret 2025 akan mengalami peningkatan moderat. Hal ini dipicu oleh faktor musiman yang terjadi selama bulan Ramadan dan menjelang hari raya Idul Fitri, yang biasanya meningkatkan konsumsi masyarakat, terutama terhadap kebutuhan pangan dan sandang.
Menurut Josua, meskipun inflasi diprediksi naik, pemerintah tetap berupaya menjaga stabilitas harga melalui kebijakan pengaturan harga pangan dan transportasi. Ia mengatakan, “Meski demikian, inflasi diperkirakan tetap terkendali mengingat pemerintah aktif mengatur kebijakan harga pangan dan transportasi.” Penjelasan ini penting untuk memahami upaya pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat di tengah kebutuhan yang meningkat pada bulan Ramadan.
Berakhirnya kebijakan diskon tarif listrik pada akhir Februari bisa menjadi salah satu faktor yang mendukung kenaikan inflasi. Kebijakan tersebut memberikan efek deflasi pada komponen harga yang diatur oleh pemerintah, yang berpotensi berbalik arah dan mendorong inflasi naik pada Maret. “Diskon tarif listrik sebesar 50% telah berakhir pada akhir Februari 2025. Per 1 Maret 2025, tarif listrik berlaku normal sesuai ketetapan tarif triwulan I tahun 2025,” kata Josua.
Meski ada potensi kenaikan inflasi, pemerintah telah menerapkan beberapa kebijakan yang diharapkan mampu menahan laju inflasi. Di antaranya, adalah pemberian diskon tarif tol sebesar 20%-30% dan diskon tiket pesawat sebesar 13%-14%. Kebijakan ini diharapkan dapat meringankan beban masyarakat terkait biaya transportasi selama momen Ramadan dan Lebaran.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Januari 2025 bahkan mencatat deflasi sebesar 0,76% (month-to-month/mtt) dan inflasi tahunan IHK menurun menjadi 0,76% (year-on-year/yoy). Sementara pada Februari 2025, IHK mengalami deflasi sebesar 0,48% (mtm), yang membuat inflasi tahunan IHK mengalami deflasi menjadi 0,09% (yoy). Hal ini menunjukkan adanya pengaruh positif dari kebijakan yang diterapkan pemerintah.
Deflasi yang terjadi belakangan ini, menurut Josua, tidak hanya disebabkan oleh pelemahan daya beli, melainkan juga merupakan hasil dari intervensi pemerintah melalui kebijakan harga yang telah ditetapkan. Sebagai contoh, kelompok harga yang diatur pemerintah mengalami deflasi signifikan akibat program diskon listrik. Pada Januari 2025, kelompok “administered price” tercatat mengalami deflasi sebesar 7,38% (mtm), dan pada Februari 2025 mengalami deflasi kembali sebesar 2,65% (mtm).
Melihat pola ini, dua bulan pertama di tahun 2025 menunjukkan tren deflasi yang diharapkan tidak terbawa hingga bulan Ramadan. Oleh karena itu, warga diharapkan tetap waspada dalam mengelola pengeluaran selama periode ini. Keberhasilan pemerintah dalam menjaga stabilitas harga menjadi kunci agar inflasi tidak terus melambung selama bulan-bulan penting ini.
Seiring dengan pendekatan kebijakan yang lebih proaktif dengan memberikan insentif dalam bentuk diskon, diharapkan masyarakat dapat merasakan manfaatnya selama momen Ramadan dan Lebaran. Ini merupakan langkah strategis yang diambil pemerintah untuk memastikan kebutuhan pokok tetap terjangkau bagi semua kalangan.
IHK dan kebijakan pemerintah diharapkan dapat memberikan gambaran jelas tentang saat-saat ekonomi yang dapat memengaruhi konsumen. Kenaikan inflasi mungkin tidak dapat dihindari, tetapi lewat kebijakan yang tepat, diharapkan dampaknya dapat diminimalisir sehingga Ramadan dan Lebaran tetap menjadi waktu yang penuh berkah, tanpa menyulitkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.