
Sebanyak 29 musisi, termasuk nama-nama besar seperti Armand Maulana dan Ariel Noah, menggugat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan pengujian materi yang diajukan pada 7 Maret 2025 ini, ditandai dengan nomor registrasi 33/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025 dan bertujuan untuk mempertanyakan keadilan dalam penerapan hak cipta di industri musik Indonesia.
Latar belakang gugatan ini berakar dari pembentukan gerakan Vibrasi Suara Indonesia (Visi) yang ia inisiasi. Gerakan ini menuntut pembagian royalti yang adil atau performing rights atas karya yang dinyanyikan oleh penyanyi pada event-even komersial. Sementara itu, Aksi Bersatu, yang dipimpin oleh Ahmad Dhani, juga mengadvokasi hak-hak pencipta lagu untuk mendapatkan royalti yang layak.
Dalam Undang-Undang Hak Cipta, dijelaskan bahwa hak cipta adalah hak eksklusif yang timbul secara otomatis bagi pencipta setelah sebuah karya diwujudkan dalam bentuk nyata. Hal ini merujuk kepada perlindungan hukum bagi pencipta, pemegang hak cipta, dan pihak lain yang mendapatkan hak tersebut secara sah. Adapun Hak Terkait, yang juga diatur dalam undang-undang ini, adalah hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan serta pihak non-pencipta yang terlibat dalam produksi dan penyiaran karya musik.
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Maret 2021. Regulasi ini diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum yang lebih terfokus kepada para pencipta, pemegang hak cipta, serta pemilik hak terkait. Pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa penggunaan komersial terhadap lagu dan musik diharuskan membayar royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). LMKN bertanggung jawab atas pengelolaan hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait.
Sistem royalti ini mencakup berbagai jenis layanan publik yang bersifat komersial, antara lain:
1. Seminar dan konferensi komersial
2. Restoran, kafe, pub, dan diskotek
3. Konser musik
4. Transportasi umum seperti pesawat udara dan kereta api
5. Bioskop, nada tunggu telepon, dan pusat rekreasi
6. Lembaga penyiaran televisi dan radio
7. Usaha karaoke
Pusat data lagu dan musik juga telah dibentuk sebagai langkah untuk memperbaiki transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan royalti. Pusat data ini berisi informasi mengenai pencipta, pemegang hak cipta, dan hak terkait yang terdaftar. Pembaruan data dilakukan setiap tiga bulan untuk memastikan data yang tersedia tetap akurat dan terkini.
Pengelolaan royalti oleh LMKN diatur sedemikian rupa agar setiap penggunaan lagu dan musik secara komersial harus melalui perjanjian lisensi, yang juga dapat dilakukan oleh perwakilan dari pencipta atau pemegang hak terkait. Pentingnya kepastian hukum dan keadilan dalam pembagian royalti diharapkan dapat mendorong industri musik Indonesia untuk berkembang dengan lebih baik.
LMK (Lembaga Manajemen Kolektif) juga berperan penting dalam mengelola hak ekonomi pencipta dan pemegang hak terkait. Mandat LMK adalah untuk menghimpun dan mendistribusikan royalti kepada masing-masing anggota. Royalti yang telah dihimpun tidak hanya digunakan untuk disalurkan kepada pencipta dan pemegang hak cipta, tetapi juga untuk dana operasional dan cadangan. Langkah ini dilakukan agar sistem distribusi royalti berjalan dengan adil dan transparan.
Meski dihadapkan pada berbagai tantangan, gugatan yang diajukan oleh 29 penyanyi ini mencerminkan aspirasi para musisi untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan yang seimbang atas karya mereka. Temuan hasil uji materi di MK nanti diharapkan dapat menjadi titik balik dalam penegakan hak cipta dan keadilan bagi para insan musik Indonesia. Saat ini, industri musik dalam negeri menunggu perkembangan lebih lanjut perihal amar putusan yang akan mempengaruhi aturan di lapangan.