
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan dengan serius adanya dugaan perlakuan tidak manusiawi terhadap tenaga medis di Jalur Gaza, yang saat ini ditahan oleh Israel. Menurut informasi dari LSM Palestina, Healthcare Workers Watch (HWW), lebih dari 160 profesional kesehatan, termasuk dokter senior, menjadi korban penahanan ini. Beberapa dari mereka bahkan dilaporkan telah hilang setelah diculik dari rumah sakit selama penggerebekan yang dilakukan oleh pasukan Israel.
Direktur HWW, Muath Alser, mengutuk penahanan ini sebagai pelanggaran hukum internasional, menekankan bahwa penargetan terhadap personel medis merupakan pelanggaran Konvensi Jenewa. “Tindakan Israel secara langsung merusak kemampuan Gaza untuk menanggapi penderitaan rakyatnya,” ungkap Alser. Dia juga menegaskan bahwa penahanan ini berpotensi memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah ada, dengan kemungkinan besar menyebabkan kematian yang dapat dicegah dan keruntuhan layanan medis penting.
WHO mencatat bahwa jumlah petugas kesehatan yang ditahan mencapai 297 sejak dimulainya konflik, meskipun jumlah sebenarnya mungkin lebih tinggi. Rincian mengenai jumlah tahanan yang sudah dibebaskan atau masih dalam penahanan belum dapat diperoleh.
Saksi-saksi dari mantan tahanan, termasuk Dr. Mohammed Abu Selmia yang merupakan direktur rumah sakit al-Shifa, menggambarkan pengalaman mengerikan di dalam penjara Israel. “Saya dipukuli dengan sangat parah hingga tidak bisa berjalan. Tidak ada makanan, tidak ada sabun, tidak ada air bersih,” kenang Dr. Selmia, menilai hari-harinya di penjara dipenuhi dengan penyiksaan.
Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (UNOCH) mengutuk tindakan Israel dan meminta agar semua petugas kesehatan yang ditahan dibebaskan segera. Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, menyatakan bahwa penahanan ini merupakan kejahatan perang, merusak prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia. “Petugas kesehatan, fasilitas, dan pasien harus dilindungi, bukan menjadi sasaran,” pungkasnya.
Lemahtaksana salah satu isu utama dalam konflik ini adalah tidak adanya bukti substansial yang mendukung klaim Israel mengenai keterlibatan para tenaga medis dalam aktivitas teroris. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) terus menerus diberitakan belum menyediakan bukti yang dapat mendukung tindakan mereka terhadap para pekerja kesehatan tersebut.
Badan internasional menolak argumen Israel, termasuk tuduhan bahwa rumah sakit digunakan sebagai basis militer oleh Hamas, tanpa ada bukti yang jelas untuk mendukung pernyataan tersebut. “Israel harus bertanggung jawab atas pelanggaran sistematisnya terhadap hukum internasional,” kata Ajith Sunghay dari UNOCH, menyoroti bahwa penahanan dan penyiksaan terhadap tenaga medis sangat berkontribusi terhadap kehancuran sistem kesehatan Gaza.
Kasus Dr. Hussam Abu Safiya, direktur Rumah Sakit Kamal Adwan, semakin menyoroti kontroversi ini. Ia dikabarkan mengalami penyiksaan fisik dan ditolak perawatan medis selama penahannya, menjadikannya contoh dari perlakuan kejam yang banyak dilaporkan oleh para mantan tahanan.
Penargetan terhadap tenaga kesehatan di Gaza tidak dapat dipisahkan dari konteks pelanggaran lebih luas yang sedang terjadi, di mana sistem medis di wilayah tersebut dipaksa untuk berjuang menghadapi situasi yang semakin parah. Dengan semakin banyaknya laporan penyiksaan dan penahanan, penting bagi masyarakat internasional untuk segera mengambil tindakan, mengakhiri praktik ini, dan memastikan bahwa para tenaga medis yang terjebak dalam konflik ini diberikan perlindungan dan hak yang layak.
Simaklah perkembangan lebih lanjut mengenai isu ini, karena kekhawatiran global terhadap hak asasi manusia dan perawatan kesehatan di Gaza terus meningkat, di tengah gejolak yang berkepanjangan di kawasan tersebut.