Jaksa: Hasto dan Harun Masiku Hadir Saat Fatwa Hatta Ali Diterbitkan

Jaksa penuntut umum (JPU) mengungkapkan fakta mengejutkan terkait keterlibatan Hasto Kristiyanto dan Harun Masiku dalam penerbitan fatwa oleh Mahkamah Agung (MA) yang berkaitan dengan penetapan calon legislatif (caleg). Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Jumat, 14 Maret 2025, jaksa menjelaskan bahwa kedua sosok tersebut berada di ruang kerja mantan Ketua MA, Hatta Ali, saat fatwa itu diterbitkan.

Keterlibatan Hasto dan Harun dalam proses penerbitan fatwa ini mencuat setelah DPP PDIP mengajukan permohonan fatwa untuk memperlancar pelantikan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI. Permohonan itu diajukan menyusul pelantikan Riezky Aprilia sebagai caleg terpilih untuk periode 2019-2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dalam dakwaan yang dibacakan oleh jaksa, mereka menyoroti bahwa Hasto berupaya keras untuk memastikan Harun Masiku dilantik menggantikan Riezky.

Menurut penjelasan jaksa, setelah KPU menetapkan Riezky Aprilia sebagai caleg terpilih, Donny Tri Istiqomah, salah satu pihak dari DPP PDIP, melayangkan protes. Hal ini membuka jalan bagi DPP PDIP untuk mengajukan fatwa kepada MA. Jaksa menyatakan bahwa fatwa tersebut bertujuan untuk menyelesaikan perbedaan pendapat mengenai penetapan caleg terpilih yang meninggal dunia, yang dalam hal ini adalah Harun Masiku.

Fatwa MA yang diterbitkan pada tanggal 23 September 2019 melalui Surat Nomor 37/Tuaka/TUN/2019 mengisyaratkan bahwa pengambilan keputusan mengenai calon legislatif yang meninggal kuasanya diserahkan kepada pimpinan partai politik. “Penetapan suara calon legislatif yang meninggal dunia, kewenangannya diserahkan kepada Pimpinan Partai Politik untuk diberikan kepada calon legislatif yang dinilai terbaik,” ungkap jaksa.

Fakta menarik terungkap ketika jaksa menyatakan bahwa pada saat fatwa itu diterbitkan, Hasto Kristiyanto dan Harun Masiku berada di ruang kerja Ketua MA. “Terdakwa dan Harun Masiku sedang berada di ruang kerja Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali dan menerima Fatwa MA tersebut,” jelas jaksa, menambah bobot pembicaraan tentang keterlibatan mereka.

Setelah penerbitan fatwa, dokumen tersebut diserahkan kepada Agustiani Tio Fridelina, yang kemudian menyerahkan kepada Wahyu Setiawan, bertujuan memuluskan langkah Harun Masiku untuk ditetapkan sebagai caleg terpilih. Di tengah kesaksian tersebut, jaksa turut mengungkap bahwa Hasto Kristiyanto didakwa atas dugaan merintangi penyidikan kasus Harun Masiku serta memberi suap kepada Wahyu Setiawan senilai Rp600 juta.

Dalam konteks hukum, Hasto Kristiyanto didakwa melanggar Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sidang ini menjadi perhatian publik terkait praktik korupsi yang melibatkan kalangan elite politik.

Dalam sidang sebelumnya, juga terungkap bahwa Hasto pernah memerintahkan anak buahnya untuk menenggelamkan ponsel agar Harun Masiku, yang saat itu berstatus buron, tidak tertangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tindakan ini menyoroti upaya-upaya yang dilakukan untuk menghindari proses hukum yang lebih lanjut.

Proses pengadilan kasus ini akan terus berlanjut, dan publik menanti perkembangan berikutnya dari peran Hasto dan Harun dalam menentukan kondisi politik di Indonesia serta dampaknya terhadap integritas lembaga hukum. Seiring berjalannya waktu, situasi ini mengingatkan pada pentingnya transparansi dan keadilan di dalam sistem pemilihan umum dan penegakan hukum.

Berita Terkait

Back to top button