Kabar Buruk! Pensiunan Jiwasraya Hanya Dapat 50% Manfaat Pensiun

Kabar buruk menghampiri pensiunan Jiwasraya, ketika kondisi keuangan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) Jiwasraya menunjukkan defisit yang signifikan. Hingga akhir tahun 2023, DPPK Jiwasraya diperkirakan akan mengalami defisit hingga Rp371,79 miliar, yang berdampak pada besarnya manfaat pensiun yang akan diterima oleh para pesertanya.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade, menyatakan bahwa ada kemungkinan sebesar 50% dari total manfaat pensiun yang seharusnya dibayar kepada peserta DPPK Jiwasraya tidak dapat dipenuhi. Dalam rapat dengar pendapat (RDP) di DPR, Andre menegaskan bahwa PT Asuransi Jiwasraya (Persero) direncanakan akan dibubarkan pada akhir tahun ini, dan aset-aset perusahaan tersebut akan dilikuidasi untuk memenuhi kewajiban terhadap pensiunan.

Andre menegaskan, "Urusan Jiwasraya kita tahu, Bapak [Direktur Operasional dan Keuangan Jiwasraya Lutfi Rizal] mau bubar akhir tahun ini." Ia menambahkan, pemerintah menjamin bahwa peserta DPPK Jiwasraya akan mendapatkan hak mereka meskipun jumlah yang dibayarkan mungkin jauh dari harapan.

Berikut adalah informasi terkait situasi ini:

  1. Defisit Keuangan: DPPK Jiwasraya menghadapi defisit sebesar Rp371,79 miliar yang mempengaruhi kemampuan untuk membayar manfaat pensiun secara penuh.

  2. Pembubaran Jiwasraya: PT Asuransi Jiwasraya akan dibubarkan, dan aset-asetnya akan digunakan untuk melunasi kewajiban pensiun.

  3. Perkiraan Pembayaran: Besar kemungkinan pensiunan hanya akan menerima 50% dari manfaat pensiun yang seharusnya mereka dapatkan setelah pembubaran aktifitas perusahaan.

  4. Pemerintah Terlibat: Andre meminta Jiwasraya untuk menghitung kembali kebutuhan dana untuk mencukupi pembayaran manfaat pensiun yang tertunggak.

  5. Pendanaan Terbaru: Jiwasraya sebelumnya telah menambah dana sebesar Rp132 miliar untuk DPPK, namun masih berada di bawah ketentuan yang ditetapkan.

Direktur Operasional dan Keuangan Jiwasraya, Lutfi Rizal, menjelaskan bahwa tanpa penambahan dana tersebut, DPPK Jiwasraya diprediksi akan kehabisan dana pada April 2025. Namun, berkat tambahan dana tersebut, estimasi pembayaran manfaat pensiun dapat bertahan hingga Desember 2028. Meskipun demikian, Lutfi mengakui bahwa besar manfaat yang dapat dibayarkan tetap di bawah ketentuan yang ada.

Perkumpulan Pensiunan Jiwasraya (PPJ) Pusat, yang dipimpin oleh De Yong Adrian, menuntut agar Jiwasraya membayar hak pensiun mereka yang kini mencapai Rp371 miliar. Ia mencatat bahwa utang ini mencakup hak dari 2.308 pensiunan Jiwasraya dan sekitar 7.000 orang tanggungan yang seharusnya mendapatkan pensiun.

De Yong menyebutkan bahwa sebelumnya Jiwasraya pernah menjanjikan untuk membayar utang pensiun sebesar Rp132 miliar dengan cara mencicil, namun hingga kini, janji tersebut belum terealisasi. Hal ini menyebabkan kekhawatiran di kalangan pensiunan tentang masa depan pembayaran manfaat mereka.

Dalam undang-undang yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), dinyatakan bahwa pemberi kerja memiliki tanggung jawab terhadap seluruh kewajiban yang terutang hingga dana pensiun dibubarkan. Hal ini semakin memperkuat tuntutan dari para pensiunan untuk mendapatkan haknya secara utuh.

Asmir, salah satu pembina di Persatuan Pensiunan Jiwasraya, menyatakan kekhawatirannya mengenai potensi pembayaran yang sangat minim. "Kami mendengar isu bahwa kami mungkin tidak akan dibayar, hanya akan mendapatkan apa yang ada," ujarnya. Saat ini, dana yang tersedia dijumlahkan sekitar Rp30 miliar, sedangkan total utang Jiwasraya mencapai Rp371 miliar. Keberadaan defisit yang cukup besar ini jelas menambah beban pikiran para pensiunan yang sangat berharap akan kepastian hak pensiun mereka.

Exit mobile version