
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo baru-baru ini membantah adanya kewajiban bagi jurnalis asing untuk memiliki Surat Keterangan Kepolisian (SKK) dalam meliput berita di Indonesia. Pernyataan tersebut menyusul berbagai spekulasi yang beredar di kalangan wartawan dan organisasi pers terkait aturan baru yang dikeluarkan oleh kepolisian.
“Perlu diluruskan bahwa dalam Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025, tidak ada ketentuan yang menyatakan SKK itu adalah kewajiban bagi jurnalis asing,” tegas Sigit dalam konferensi pers yang digelar Kamis (3/4/2025). Menurutnya, peraturan tersebut lebih ditujukan untuk memberikan pelayanan dan perlindungan kepada Warga Negara Asing (WNA), termasuk jurnalis asing, terutama di daerah-daerah rawan konflik.
Perpol No. 3 Tahun 2025 merupakan tindak lanjut dari revisi Undang-Undang Keimigrasian Nomor 63 Tahun 2024 yang bertujuan memperkuat pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing. Dalam konteks ini, Kapolri menjelaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk menjaga keamanan jurnalis yang meliput di Indonesia, namun tanpa adanya paksaan untuk mengajukan SKK.
Sigit menguraikan bahwa penerbitan SKK dilakukan berdasarkan permintaan dari penjamin yang diasosiasikan dengan jurnalis tersebut. “SKK akan diterbitkan hanya jika ada permintaan dari penjamin. Jika tidak ada permintaan, maka SKK tidak dapat diterbitkan,” jelasnya. Hal ini menunjukkan bahwa SKK bukanlah persyaratan universal untuk semua jurnalis asing, melainkan suatu proses yang kadang diperlukan tergantung pada situasi dan lokasi liputan.
Ia juga menegaskan bahwa jurnalis asing tetap dapat melaksanakan tugas jurnalistiknya tanpa SKK selama tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ini adalah langkah positif untuk memastikan bahwa kebebasan pers tetap terlindungi tanpa adanya syarat berlebihan yang dapat menghalangi tugas jurnalis.
Selain itu, Kapolri menjelaskan bahwa peraturan ini dibuat sebagai tindakan preemptif dan preventif untuk memitigasi potensi ancaman terhadap keselamatan jurnalis di wilayah-wilayah yang berisiko. Dalam pasal 3 huruf a Perpol tersebut, tercantum bahwa salah satu tujuannya adalah untuk mencegah dan menanggulangi ancaman keamanan bagi orang asing.
Penyampaian ini menyusul respons kritis dari berbagai organisasi jurnalis dan media, yang khawatir bahwa adanya kewajiban SKK dapat menjadi alat untuk membatasi kebebasan pers. Menanggapi hal ini, Kapolri menegaskan bahwa pihaknya tidak ingin mengekang kegiatan jurnalistik, tetapi ingin memastikan keamanan semua pihak yang terlibat, termasuk jurnalis yang bertugas di wilayah dengan situasi rawan, seperti daerah konflik.
Dari informasi yang disampaikan, tampak ada upaya dari kepolisian untuk memberikan jaminan perlindungan kepada jurnalis asing, terutama dalam konteks peliputan berita di daerah-daerah yang mungkin dapat menimbulkan risiko bagi keselamatan mereka. Namun, penting untuk dicatat bahwa kebebasan pers tidak boleh dikompromikan, dan jurnalis harus tetap dapat bekerja tanpa rasa takut akan penahanan atau ancaman dari otoritas.
Dengan perkembangan ini, jurnalis asing diharapkan dapat meliput dengan lebih aman dan bebas, selama mereka mematuhi hukum yang berlaku di Indonesia. Melalui komunikasi yang jelas antara kepolisian dan jurnalis, diharapkan akan terjadi saling pengertian yang menguntungkan kedua belah pihak.