
Kekecewaan yang melanda para karyawan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk semakin mengemuka terkait kebijakan rekrutmen dan penempatan sejumlah mantan karyawan Group Lion Air dalam struktur manajemen perusahaan. Sekretariat Bersama Serikat Karyawan yang terdiri dari Asosiasi Pilot Garuda (APG), Serikat Karyawan Garuda Indonesia (SEKARGA), dan Ikatan Awak Kabin Garuda Indonesia (IKAGI) telah mengeluarkan pernyataan resmi yang menunjukkan penolakan terhadap langkah tersebut. Mereka meminta perhatian langsung dari Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk menengahi isu ini dan mengambil langkah konkret guna mengatasi permasalahan yang terjadi.
Sekretariat Bersama menilai kebijakan yang diambil oleh direksi Garuda Indonesia tidak transparan dan berpotensi mengganggu prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang selama ini dijunjung tinggi oleh perusahaan. Dalam surat yang dikirimkan pada 5 Maret 2025 kepada Wamildan Tsani Panjaitan, mereka mengusulkan agar ke-14 mantan karyawan Group Lion Air tersebut dinonaktifkan. Namun, hingga saat ini belum ada tanggapan yang diterima dari pihak manajemen.
Ketidakpuasan ini muncul karena rekrutmen tersebut dianggap tidak sesuai dengan ketentuan internal perusahaan dan terlihat menciptakan kesenjangan antara karyawan internal yang telah lama berdedikasi dan karyawan baru yang diambil dari luar. Beberapa di antara 14 mantan karyawan tersebut dilaporkan akan menduduki posisi strategis, termasuk jabatan di level direksi, yang semakin menambah ketidakpastian di internal perusahaan serta mengurangi kepercayaan masyarakat dan investor terhadap Garuda Indonesia.
Saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk pun merosot tajam, mencapai titik terendah sebesar Rp33 per lembar pada 18 Maret 2025. Kondisi ini mencerminkan kekhawatiran investor tentang stabilitas perusahaan dan dampak dari keputusan manajemen yang dirasa tidak sesuai. Dalam pernyataan mereka, Sekretariat Bersama menunjukkan komitmennya untuk menjaga keberlangsungan perusahaan dan memastikan kebijakan yang diambil berpihak pada kepentingan internal dan prinsip tata kelola yang baik.
Berikut adalah beberapa poin penting yang diangkat dalam protes karyawan Garuda Indonesia:
Rekrutmen Tanpa Transparansi: Karyawan menilai bahwa rekrutmen terhadap mantan karyawan Lion Air tersebut dilakukan tanpa adanya penjelasan yang memadai dan tidak sesuai dengan kebijakan internal perusahaan.
Potensi Konflik Kepentingan: Kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan karena tidak didasari oleh kebutuhan bisnis yang jelas dan mengabaikan aspek etika serta integritas.
Kekhawatiran Terhadap Kesenjangan: Karyawan merasakan adanya kesenjangan yang signifikan antara pegawai internal yang sudah mapan dan pegawai baru dari luar, yang dapat mempengaruhi moral kerja.
Pengaruh Buruk terhadap Kepercayaan Publik dan Investor: Keputusan ini semakin memperburuk reputasi Garuda Indonesia di mata publik serta investor, menyebabkan penurunan nilai saham yang signifikan.
- Permintaan Tindakan dari Pemerintah: Serikat pekerja meminta intervensi dari pemerintah melalui Prabowo Subianto dan Menteri BUMN Erick Thohir untuk menyelesaikan isu ini dan memulihkan stabilitas di perusahaan.
Di tengah situasi yang mencekam, Garuda Indonesia mengklaim bahwa mereka mengedepankan tata kelola yang baik dan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam proses penerimaan pegawai baru. Namun, publik tetap meragukan transparansi dan keadilan proses yang berlaku. Sebagai contoh, Direktur Human Capital & Corporate Service Garuda Indonesia, Enny Kristiani, berusaha menegaskan bahwa seluruh proses rekrutmen dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk tentang kompensasi yang diberikan kepada karyawan baru.
Melihat dari berbagai sudut pandang, situasi ini mencerminkan kondisi internal yang tidak stabil di Garuda Indonesia, di mana serikat pekerja telah menunjukkan rasa kecewa yang mendalam dan meminta penanganan serius untuk mengatasi permasalahan ini agar tidak berlarut-larut dan merusak kepercayaan yang telah dibangun selama ini.