
Pasukan Zionis Israel telah membunuh lebih dari 150 warga Palestina di Jalur Gaza sejak gencatan senjata dengan Hamas mulai berlaku pada 19 Januari 2025. Data ini dipublikasikan oleh kantor media pemerintah Gaza pada hari Sabtu, menyoroti pelanggaran serius terhadap kesepakatan gencatan senjata yang seharusnya melindungi warga sipil.
Meskipun gencatan senjata telah disepakati, serangan terkini yang dilakukan oleh Israel di Beit Lahia, utara Gaza, menewaskan sembilan orang, di antaranya tiga jurnalis dan pekerja bantuan kemanusiaan. Publikasi dari kantor media tersebut menegaskan bahwa tindakan ini mencerminkan peningkatan kejahatan yang dilakukan oleh Israel terhadap warga sipil. Banyak dari mereka merupakan individu yang sedang mengumpulkan kayu bakar atau memeriksa rumah mereka, tetapi malah menjadi korban tembakan langsung oleh tentara Israel.
Laporan terbaru mencatat beberapa poin penting yang memperlihatkan situasi kritis ini:
Pelanggaran Gencatan Senjata: Pasukan Israel terus melakukan serangan meskipun kesepakatan gencatan senjata telah berlaku. Hal ini menunjukkan pengabaian terhadap komitmen internasional untuk melindungi warga sipil.
Kekerasan Terhadap Jurnalis dan Pejuang Kemanusiaan: Pembunuhan para jurnalis dan pekerja kemanusiaan dalam serangan ini menyoroti potensi serangan sistematis terhadap media dan bantuan kemanusiaan yang beroperasi di Gaza.
Kurangnya Tanggapan Internasional: Negara-negara mediator yang terlibat dalam gencatan senjata, seperti AS, Qatar, dan Mesir, tidak memberikan suara terhadap pelanggaran yang terus berlangsung ini. Tindakan ini menunjukkan lemahnya sistem internasional dalam menegakkan hukum dan melindungi hak asasi manusia.
Sikap Israel yang Agresif: Meskipun telah ada kesepakatan untuk mengurangi kekerasan, para pemimpin Israel, termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, mengancam akan melanjutkan serangan sebagai upaya untuk menekan Hamas agar menerima persyaratan tertentu dalam pembicaraan yang sedang berlangsung.
- Kondisi Kemanusiaan yang Mengerikan: Pelanggaran terus-menerus oleh Israel menyebabkan krisis kemanusiaan yang semakin memburuk. Menurut data terbaru, lebih dari 60.000 warga Palestina, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, tewas dalam serangkaian serangan berturut-turut selama 15 bulan terakhir. Infrastruktur penting di Gaza juga hancur, dan sistem perawatan kesehatan berada dalam keadaan darurat.
Kantor media Gaza mengecam "pembantaian keji" yang terjadi di Beit Lahia, menyatakan bahwa semua kru yang diserang adalah warga sipil yang sedang melakukan aktivitas kemanusiaan dan tidak menimbulkan ancaman. Mereka juga menuduh Israel melakukan kejahatan perang yang lebih luas dan mengabaikan hukum internasional.
Sementara itu, pemerintah Gaza berulang kali membantah semua tuduhan dari Israel yang digunakan untuk membenarkan agresi mereka. Mereka menyerukan kepada Pengadilan Internasional untuk mengambil tindakan terhadap kejahatan yang dilakukan oleh pejabat Israel.
Di tengah tensi yang terus meningkat ini, Israel masih melarang masuknya bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan, semakin memperburuk situasi di Gaza. Kementerian Kesehatan Gaza memperkirakan bahwa lebih banyak mayat mungkin terjebak di bawah reruntuhan, menambah derita yang dialami oleh masyarakat yang sudah menderita akibat konflik berkepanjangan ini.
Situasi di Jalur Gaza menuntut perhatian lebih dari komunitas internasional. Pelanggaran terhadap warga sipil, sikap agresif yang ditunjukkan oleh Israel, dan reaksi dingin dari negara-negara mediator menjadi indikasi bahwa penyelesaian damai memerlukan komitmen nyata dan tindakan tegas untuk melindungi hak asasi manusia di kawasan ini.