
Setidaknya empat orang tewas dan enam lainnya mengalami cedera akibat serangkaian kebakaran hutan yang melanda Korea Selatan. Dinas Kehutanan Korea mengonfirmasi bahwa kebakaran tersebut dipicu oleh cuaca kering dan angin kencang, yang mempersulit upaya pemadaman. Peristiwa tragis ini terjadi pada Minggu, dan menjadikan kebakaran sebagai salah satu bencana alam yang cukup mengkhawatirkan di wilayah tersebut.
Lebih dari 9.000 petugas pemadam kebakaran serta 105 helikopter dikerahkan untuk memadamkan api yang melahap sebagian besar wilayah tenggara Korea Selatan, termasuk kota Ulsan dan provinsi Gyeongsang Utara dan Selatan. Kebakaran tersebut sudah menghanguskan sekitar 6.300 hektar atau sekitar 16.000 are hutan, merusak tidak hanya lahan hijau tetapi juga bangunan tempat tinggal dan sebuah kuil yang menjadi bagian dari warisan budaya lokal.
Penjabat Presiden Choi Sang-mok menginstruksikan Dinas Kehutanan Korea untuk memberikan perhatian lebih dalam menjaga keselamatan para petugas yang bertugas. Dalam rapat tanggap bencana yang digelar, ia menyatakan, “Saya meminta Dinas Kehutanan Korea untuk memberikan perhatian khusus dalam mengamankan keselamatan personel yang bertugas memadamkan kebakaran hutan di udara atau di darat.” Ia juga menjanjikan bahwa semua sumber daya yang tersedia akan digunakan untuk menghentikan penyebaran api.
Menurut laporan lebih lanjut dari kantor berita Yonhap, di antara empat korban yang tewas, tiga di antaranya adalah petugas pemadam kebakaran yang berusaha mengatasi api, sementara satu orang adalah pegawai negeri. Situasi ini menunjukkan risikonya tinggi bagi mereka yang terlibat langsung dalam penanganan kebakaran, terutama di tengah kondisi cuaca yang tidak mendukung.
Sebagai respons terhadap situasi darurat ini, pemerintah Korea Selatan telah mengumumkan status bencana nasional. Pengumuman tersebut dilakukan pada pukul 18:00 waktu setempat (09:00 GMT), menjadikan wilayah yang terkena dampak sebagai fokus penanganan bencana. Langkah ini diharapkan dapat memobilisasi lebih banyak sumber daya dan memberikan dukungan yang diperlukan untuk pemadaman api serta pemulihan bagi masyarakat yang terdampak.
Dalam upaya evakuasi, lebih dari 1.500 penduduk terpaksa meninggalkan rumah mereka untuk berlindung dari kobaran api yang semakin menjalar. Bencana ini menyoroti tingginya risiko kebakaran hutan di Korea Selatan, terutama pada musim yang kering dan berangin. Walaupun dapat terjadi di musim lainnya, cuaca ekstrem yang belakangan ini melanda negara itu membuat kebakaran lebih sulit untuk dikendalikan.
Para ahli lingkungan memperingatkan bahwa perubahan iklim dapat memperburuk risiko kebakaran hutan di banyak wilayah, termasuk Korea Selatan. Dengan meningkatnya suhu dan penurunan curah hujan dalam jangka panjang, potensi terjadinya kebakaran hutan di masa depan semakin tinggi, menuntut perhatian yang lebih besar dari pemerintah dan masyarakat untuk bersiap menghadapinya.
Dalam konteks ini, kecelakaan yang tragis ini mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga sumber daya hutan dan menciptakan sistem peringatan dini yang efektif untuk mengurangi risiko bencana alam. Semua pihak harus bersinergi, dari pemerintah, lembaga swasta, hingga masyarakat, untuk melindungi lingkungan serta keselamatan jiwa dan harta benda.
Ketika kebakaran hutan semakin mengancam di berbagai belahan dunia, kejadian di Korea Selatan ini sekaligus menjadi panggilan untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi potensi bencana yang lebih besar di masa depan.