
Enam perempuan berkebaya yang berasal dari berbagai negara Eropa, seperti Swiss dan Prancis, baru-baru ini mengunjungi markas Unesco di Paris. Kunjungan mereka bukanlah bagian dari perayaan karnaval pengusir musim dingin, melainkan sebuah upaya serius untuk mempertahankan dan melestarikan kebaya, yang baru saja dinyatakan sebagai warisan budaya tidak benda oleh Unesco. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kebaya bagi identitas budaya Indonesia, yang saat ini memerlukan perhatian untuk distandardisasi agar tidak mengalami distorsi.
Ketua Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI), Christiana Streiff, menekankan pentingnya menjaga keberlanjutan pelestarian kebaya. Menurutnya, meskipun kebaya telah mendapatkan pengakuan dari Unesco, upaya untuk melestarikannya harus tetap dilakukan. "Kalau tidak, lambat laun bisa hilang status itu," ungkap Christiana saat dihubungi. Ia menegaskan bahwa perlu ada langkah konkret untuk menjaga keaslian tradisi kebaya di tengah arus modernisasi dan perubahan gaya hidup.
Dalam diskusi yang diadakan dengan Satrya Wibawa, wakil tetap Indonesia di Unesco, Christiana menyampaikan pentingnya standarisasi kebaya. "Kami melihat pentingnya standarisasi, bagaimana kebaya di Tanah Air dirumuskan," katanya. Ia percaya, tanpa adanya pedoman yang jelas, konsep kebaya dapat mengalami penyimpangan, sehingga esensinya sebagai warisan budaya akan hilang.
Berbicara mengenai standarisasi, Christiana mengungkapkan bahwa saat ini belum ada sistem yang mengatur berbagai jenis kebaya yang ada di Indonesia. Kebaya sendiri memiliki banyak ragam, tergantung pada daerah asalnya. Oleh karena itu, sistem standardisasi yang diusulkan tidak boleh membatasi kreativitas masyarakat dalam berkarya. "Standarisasi harus dilakukan dengan bijak agar tidak mengecilkan keberagaman kebaya di berbagai daerah," tegasnya.
Dalam konteks ini, berikut adalah beberapa poin yang menjadi perhatian mengenai pentingnya standarisasi kebaya:
Perlunya Pedoman yang Jelas: Dengan adanya pedoman atau aturan yang jelas mengenai apa yang dianggap sebagai kebaya, masyarakat akan lebih mudah memahami dan mengenali kekayaan budaya ini.
Pelestarian Esensi Budaya: Standarisasi membantu mempertahankan nilai-nilai dan makna yang terkandung dalam kebaya. Tanpa itu, ada risiko kehilangan keaslian dan keunikannya.
Mendukung Kreativitas: Standarisasi tidak harus menjadi batasan. Di balik aturan yang jelas, kebebasan berkreasi tetap dapat terjaga, sehingga tradisi kebaya dapat terus berkembang dan beradaptasi.
Menjaga Reputasi Internasional: Mengingat kebaya telah diakui oleh Unesco, penting bagi Indonesia untuk menunjukkan komitmennya dalam melestarikan dan mengembangkan warisan budaya ini. Hal ini akan berdampak pada citra Indonesia di kancah internasional.
- Menjalin Kerjasama Regional: Standarisasi kebaya juga bisa menjadi sarana untuk menjalin kerjasama dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya yang juga memiliki kekayaan budaya serupa. Pendekatan bersama dapat memperkuat posisi kebaya sebagai warisan budaya yang layak dilestarikan.
Kegiatan PBI di Eropa, di mana Christiana menjadi salah satu pelopornya, menunjukkan semangat untuk mengenakan kebaya sebagai simbol identitas budaya. Ia tidak hanya mengenakan kebaya dalam acara-acara khusus di Heidiland, Swiss, tetapi juga berkomitmen untuk mempromosikan pemahaman tentang kebaya di kalangan masyarakat internasional.
Kini, fokus utama adalah bagaimana mengintegrasikan keinginan untuk mempertahankan tradisi dengan kebutuhan untuk beradaptasi dalam konteks global. Standarisasi kebaya diharapkan tidak hanya menjadi alat untuk melestarikan warisan budaya, tetapi juga menjadi landasan bagi generasi mendatang untuk terus menghargai dan mengenal kekayaan budaya Indonesia.