Kecepatan Internet Indonesia Terendah Ke-2 ASEAN: Hambat Pengembangan AI

Kecepatan internet di Indonesia menjadi perhatian serius, terutama setelah data terbaru dari Speedtest Global Index menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat kedua terendah untuk kecepatan internet di ASEAN. Dengan kecepatan median unduh sebesar 29,34 megabit per detik (Mbps) pada bulan Oktober 2024, tantangan ini akan semakin memperumit upaya Indonesia untuk berkembang menjadi pemimpin dalam bidang kecerdasan buatan (AI).

Denny Setiawan, Direktur Strategi dan Kebijakan Infrastruktur Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), menegaskan dalam acara Tech and Telco Summit 2025 bahwa kualitas koneksi internet sangat mempengaruhi pengembangan teknologi canggih. “Indonesia ingin menjadi pemimpin di bidang AI. Namun syaratnya tidak boleh internet lelet,” ujarnya, menyoroti kebutuhan mendesak untuk meningkatkan infra-struktur internet di Tanah Air.

Di tingkat global, posisi Indonesia tergolong rendah, berada di urutan 87 dari 111 negara yang disurvei. Kehadiran konektivitas yang terbatas berpotensi menghambat pemanfaatan teknologi digital, termasuk AI dan Internet of Things (IoT). Menurut Yune Marketatmo, Direktur Utama PT Solusi Sinergi Digital Tbk atau Surge, untuk memaksimalkan potensi IoT, setidaknya dibutuhkan kecepatan internet minimal 100 Mbps.

Kekhawatiran yang mendalam diungkapkan oleh Otto Toto Sugiri, CEO DCI Indonesia, yang menjelaskan bahwa kebutuhan komputasi awan untuk pemrosesan data AI dibagi menjadi tiga tahap penting:

  1. Pelatihan: Proses ketika model AI belajar dari data yang diberikan untuk mengenali pola, hubungan, dan fitur penting.
  2. Inferensi: Penggunaan model yang telah dilatih untuk membuat prediksi pada data baru.
  3. Fine-Tuning: Penyesuaian model yang sudah dilatih sebelumnya dengan data yang lebih spesifik untuk meningkatkan performa pada tugas tertentu.

Toto mengingatkan bahwa tahap pelatihan membutuhkan kapasitas komputasi yang sangat besar. “Namun, kita perlu bertanya, apakah Indonesia sedang mengembangkan AI seperti ChatGPT dan lainnya?” tuturnya dalam sebuah acara di Jakarta, menyoroti fakta bahwa investasi besar dalam pelatihan model AI saat ini hanya dilakukan oleh dua negara, yaitu Amerika Serikat dan Cina. Di sisi lain, Indonesia terjebak dalam tahap inferensi dan fine-tuning, ketika model AI telah dioperasikan di industri.

Dalam konteks infrastruktur yang dibutuhkan, Toto memprediksi bahwa kebutuhan pusat data untuk AI akan meningkat hingga enam kali lipat dari kebutuhan komputasi awan saat ini di Indonesia. Dengan jumlah penduduk mencapai 270 juta, estimasi kebutuhan daya mencapai sekitar 2.700 Megawatt (MW) hanya untuk mendukung kebutuhan sehari-hari. Ini belum termasuk keperluan untuk AI dan komputasi awan yang lebih besar.

Kendala ini memberikan dampak langsung terhadap pengembangan teknologi canggih dan kecerdasan buatan di Indonesia. Jika kecepatan internet tidak mengalami peningkatan signifikan, mimpi untuk menjadi pemimpin teknologi digital dan AI akan semakin jauh dari jangkauan.

Penting bagi pemerintah dan pihak swasta untuk berkolaborasi dalam membangun infrastruktur jaringan yang lebih baik guna mendukung kebutuhan teknologi masa depan. Mengingat peran penting AI dalam berbagai sektor, mulai dari kesehatan, finansial, hingga transportasi, investasi dalam kecepatan internet yang lebih tinggi adalah langkah penting yang harus diambil agar Indonesia dapat bersaing di panggung global.

Melihat situasi ini, masyarakat dan industri teknologi di Indonesia dituntut untuk bersikap proaktif. Setiap langkah menuju perbaikan infrastruktur internet merupakan investasi untuk masa depan digital Indonesia demi mencapai cita-cita sebagai salah satu pemain utama dalam pengembangan teknologi AI.

Berita Terkait

Back to top button