
Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Jakarta, Heather Merritt, baru-baru ini mengambil bagian dalam peringatan 83 tahun terjadinya Pertempuran Selat Sunda yang jatuh pada tanggal 28 Februari. Peringatan yang diadakan di Jakarta ini melibatkan perwakilan dari angkatan laut Indonesia, Australia, dan AS, serta komunitas maritim dan pemerintah. Acara ini menjadi momen penting untuk menghormati keberanian serta pengorbanan para pelaut dan marinir yang bertempur dalam peristiwa bersejarah tersebut selama Perang Dunia II.
Peringatan tahunan ini memiliki tujuan utama untuk mengenang jasa-jasa para pelaut yang berpulang dalam Pertempuran Selat Sunda, khususnya kru dari HMAS Perth I dan USS Houston (CA-30), yang tenggelam di Teluk Banten pada 1 Maret 1942. KUAI Merritt mengajak semua pihak untuk tidak melupakan pengorbanan yang telah dilakukan oleh para pelaut tersebut. Dalam keterangannya, ia menyatakan, “Janganlah kita melupakan pengorbanan para pelaut dan marinir pemberani ini.”
Dalam acara ini, para perwakilan angkatan laut dari ketiga negara meletakkan karangan bunga di Selat Sunda sebagai bentuk penghormatan kepada para pelaut yang gugur. Selain sebagai kesempatan mengenang yang telah pergi, peringatan tersebut juga menyoroti komitmen berkelanjutan dalam membangun persahabatan antara Amerika Serikat, Australia, dan Indonesia. Kerjasama ini penting untuk membentuk masa depan dan stabilitas kawasan yang saling menguntungkan.
Lebih dari sekadar mengenang sejarah, upacara ini juga memperkuat kerja sama daerah dalam menjaga perdamaian dan keamanan di kawasan Indo-Pasifik. KUAI Merritt menekankan pentingnya menjaga warisan dan nilai-nilai yang diperjuangkan oleh para pelaut dengan harapan dapat melestarikan situs-situs bersejarah ini. Menurut Merritt, upaya kolaborasi dengan mitra Indonesia akan terus dilakukan untuk memastikan bahwa cerita dan pelajaran dari pertempuran ini tetap hidup di benak generasi mendatang.
Kosakata yang diungkapkan oleh Atase Angkatan Laut AS untuk Indonesia, CDR Patrick Panjeti, semakin menekankan tujuan dari peringatan ini. “Kami tidak berkumpul di sini hari ini untuk memuliakan perang, tetapi untuk mengingat biaya perang,” ungkapnya. Dengan harapan bahwa dunia tidak akan lagi mengalami rasa sakit dan penderitaan akibat konflik, Panjeti menegaskan komitmen AS untuk mempertahankan kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka, di mana keamanan pelayaran dapat terjaga.
Pertempuran Selat Sunda itu sendiri mengakibatkan hilangnya 696 nyawa pelaut dan marinir Amerika dalam pertempuran sengit yang terjadi pada malam hari di lepas pantai Pulau Jawa. Dari total tersebut, 368 pelaut yang selamat dari tenggelamnya kapal USS Houston kemudian menjalani masa tahanan di berbagai lokasi, termasuk Jawa, Singapura, Myanmar, Thailand, dan Jepang. Hingga akhir Perang Dunia II, 291 pelaut Houston berhasil kembali ke tanah air mereka sebagai pahlawan.
Setiap tahun, sejak tahun 1945, para anggota USS Houston Survivors Association, kini dikenal dengan USS Houston Survivors’ Association and Next Generations, rutin berkumpul di Kota Houston, Texas, untuk mengenang jasa-jasa kapal dan krunya yang berjuang gigih di tengah masa-masa sulit tersebut. Peringatan ini bukan hanya sekadar acara seremonial, melainkan juga sebuah pengingat bagi semua bangsa bahwa persahabatan dan kerjasama adalah kunci dalam menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan, terutama di era yang penuh tantangan seperti sekarang ini.