Dunia

Kekerasan Seksual terhadap Perempuan di Korea Utara: Situasi Memprihatinkan

Perempuan di Korea Utara menghadapi situasi yang sangat memprihatinkan terkait kekerasan seksual dan eksploitasi. Ancaman ini tidak hanya terjadi di ruang publik, tetapi juga meluas hingga ke dalam institusi militer, di mana diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia berlangsung secara sistematis. Huh Su-kyung, seorang mantan profesor dari Chongjin Teachers’ College yang kini menjadi pembelot, memberikan pandangannya terkait isu ini dalam sebuah pernyataan yang dikirimkan kepada redaksi media.

Dalam laporannya, Huh mengungkapkan bahwa kekerasan seksual merupakan salah satu masalah hak asasi manusia yang paling mendesak di Korea Utara, namun rezim yang berkuasa tampak enggan untuk mengatasinya. “Secara alami, tidak ada respons sistematis yang diterapkan, dan penderitaan akibat seksisme struktural dan kekerasan seksual tidak menunjukkan tanda-tanda mereda,” jelasnya. Di samping itu, stigma sosial terhadap korban kekerasan seksual sangat kuat, sehingga membuat mereka kesulitan untuk melaporkan insiden atau mencari bantuan.

Situasi ini diperparah oleh pola pikir yang didominasi oleh laki-laki dan berorientasi pada pelaku. Huh menekankan bahwa harapan untuk adanya reformasi internal sangat kecil, dan oleh karena itu, kekuatan eksternal menjadi satu-satunya harapan yang tersisa untuk melindungi hak-hak perempuan di negara tersebut. Komunitas internasional diimbau untuk bersatu memberikan tekanan kepada rezim Korea Utara agar memberikan perhatian yang serius terhadap nasib perempuan di sana.

Korea Utara dikenal sebagai salah satu masyarakat yang paling tertutup dan terkontrol secara sentral di dunia, di mana perempuan mengalami diskriminasi yang parah di berbagai aspek kehidupan. Meskipun pemerintah mungkin mencoba untuk menciptakan citra positif dengan memuji peran perempuan dalam pembangunan negara, kenyataannya pelanggaran hak asasi manusia terhadap mereka sangat meluas. Perempuan sering kali dipandang hanya sebagai tenaga kerja sosial, dengan kebebasan dan hak-hak mereka dibatasi secara ketat.

Menurut Huh, perempuan di Korea Utara mengalami penindasan pada tiga dimensi utama: sosial, politik, dan ekonomi. Rangkaian kebijakan yang dirancang oleh pemimpin Kim Jong-un tidak hanya mengabaikan hak-hak perempuan, tetapi juga mengharuskan mereka untuk fokus pada tanggung jawab domestik, seperti pengasuhan anak, tanpa memberikan ruang untuk berpartisipasi dalam politik. Dalam sistem patriarkal yang mengalir melalui masyarakat Korea Utara, perempuan dikecualikan dari peran politik dan hanya dimobilisasi untuk mendukung ideologi pemerintah.

Tuntutan yang dikenakan kepada perempuan untuk menjalankan tanggung jawab domestik sekaligus kegiatan ekonomi semakin memperparah kondisi mereka. Setelah menjalani transaksi di pasar informal (jangmadang), mereka kembali ke rumah untuk mengurus tugas rumah tangga. Meski diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam ekonomi informal, banyak perempuan menghadapi kesulitan dalam menyeimbangkan tanggung jawab tersebut. Pendidikan yang bias gender juga membatasi kemampuan perempuan untuk mengejar kemandirian ekonomi. Mereka cenderung menerima pendidikan yang diarahkan pada kegiatan rumah tangga, sementara laki-laki dilatih untuk posisi yang lebih berwenang.

Dari sudut pandang ekonomi, kondisi yang dihadapi oleh perempuan semakin menyusahkan. Mereka biasanya terjebak dalam pekerjaan dengan upah rendah dan dianggap tidak bernilai dibandingkan dengan laki-laki. Dengan Runtuhnya ekonomi terencana pada pertengahan 1990-an, perempuan dipaksa untuk beradaptasi dengan situasi yang semakin sulit. Mereka berjuang untuk mencapai kemandirian ekonomi dalam sistem yang tidak mengakui kontribusi mereka dan berisiko terkena hukuman jika dianggap melanggar norma yang ada.

Fenomena kekerasan seksual dan eksploitasi yang dialami perempuan Korea Utara merupakan gambaran nyata dari ketidakadilan dan penindasan yang terjadi di sana. Ketidakmampuan sistem untuk menjamin perlindungan hak-hak perempuan menunjukkan urgensi bagi komunitas internasional untuk memprioritaskan isu ini dalam upaya perlindungan hak asasi manusia secara global.

Guntur Wibowo

Guntur Wibowo adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button