Pemerintah Indonesia telah mengambil keputusan signifikan terkait penghapusan sistem kelas 1, 2, dan 3 pada program BPJS Kesehatan yang akan berlaku mulai Juli 2025. Kebijakan ini diatur dalam Perpres No. 59 Tahun 2024 mengenai perubahan ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Penghapusan kelas layanan tersebut ditujukan untuk menyederhanakan sistem, namun memunculkan berbagai spekulasi mengenai perubahan iuran yang akan mulai berlaku pada tahun 2025.
Sesuai dengan kebijakan terbaru ini, masyarakat perlu menyimak fakta terkait iuran BPJS Kesehatan 2025 yang berpotensi mengalami perubahan. Hingga saat ini, belum ada penentuan resmi mengenai besaran iuran yang baru. Pengaturan yang berlaku saat ini masih mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 63 tahun 2022.
Berikut adalah skema iuran yang sedang diberlakukan, sebagaimana dirangkum dari sumber resmi BPJS Kesehatan:
Pekerja Penerima Upah di Lembaga Pemerintahan dan non-pemerintah: dikenakan iuran 5 persen dari gaji per bulan, di mana 4 persen dibayarkan oleh pemberi kerja dan 1 persen oleh peserta.
Pekerja Penerima Upah di BUMN, BUMD, dan Swasta: memiliki ketentuan yang sama dengan pekerja di lembaga pemerintahan, yakni 5 persen dari gaji bulanan.
Keluarga Tambahan Pekerja Penerima Upah: untuk empat anak, ayah, ibu, dan mertua, dikenakan iuran 1 persen dari gaji per bulan yang dibayarkan oleh pekerja.
Iuran untuk Kerabat Pekerja Penerima Upah:
- Kelas III: Rp42.000 per orang per bulan (dengan subsidi pemerintah).
- Kelas II: Rp100.000 per orang per bulan.
- Kelas I: Rp150.000 per orang per bulan.
- Veteran, Perintis Kemerdekan, dan Anak Yatim Piatu: juga dikenakan iuran sebesar 5 persen dari 45 persen gaji pokok Pegawai Negeri Sipil Golongan Ruang III/a dengan masa kerja 14 tahun, yang dibayar oleh pemerintah.
Perlu dicatat bahwa peserta diwajibkan membayar iuran paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Kebijakan denda keterlambatan yang berlaku saat ini juga menunjukkan bahwa denda hanya akan dikenakan jika peserta terlambat selama 45 hari setelah kepesertaan diaktifkan.
Dengan adanya pergeseran kebijakan ini, muncul pertanyaan besar: Apakah iuran BPJS Kesehatan akan meningkat seiring dengan penghapusan kelas layanan? Saat ini, pemerintah belum memberikan kepastian tentang hal tersebut. Situasi ini makin rumit setelah Menteri Kesehatan Budi Gunadi menyarankan masyarakat untuk menambah asuransi kesehatan swasta, mengingat BPJS Kesehatan tidak dapat meng-cover semua jenis penyakit. Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menganggap imbauan tersebut menimbulkan persepsi bahwa pemerintah tidak sepenuhnya bertanggung jawab dalam menjaga kesehatan publik.
Trubus menjelaskan bahwa pernyataan menteri kesehatan mencerminkan adanya inkonsistensi dalam komitmen pemerintah. "Janji pemerintah mengenai kesehatan publik harusnya menjadi tanggung jawab negara. Dengan mendorong masyarakat untuk mendaftar asuransi swasta, ada kesan bahwa pemerintah tidak sungguh-sungguh dalam menjamin kesehatan masyarakat," jelasnya.
Sejauh ini, penghapusan sistem kelas dalam pelayanan BPJS dan potensi kenaikan iuran menjadi isu hangat yang menarik perhatian masyarakat. Masyarakat diharapkan untuk tetap memantau perkembangan selanjutnya dari pemerintah terkait kebijakan baru ini, sehingga mereka dapat mengantisipasi segala perubahan yang mungkin berdampak pada akses layanan kesehatan mereka di masa mendatang.