Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer dijadwalkan akan mengunjungi kantor eFishery di Bandung, Jawa Barat, pada pekan depan. Kunjungan ini bertujuan untuk meminta klarifikasi mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang telah dilakukan oleh perusahaan tersebut. Meskipun Immanuel tidak merinci apakah kunjungan ini juga akan membahas dugaan fraud yang melibatkan manajemen eFishery, pernyataannya menunjukkan keprihatinan terhadap isu karyawan yang terdampak.
Minggu ini, eFishery dilaporkan telah menyelesaikan PHK terhadap sekitar 100 karyawan, yang merupakan langkah pertama dari usaha mereka untuk mengurangi jumlah karyawan dalam situasi yang tidak pasti. Menurut Immanuel, pihaknya berusaha untuk menahan laju PHK lebih lanjut, terutama jika ada indikasi kecurangan yang dilakukan manajemen. “Jangan sampai pekerja yang dikorbankan,” tegasnya saat berkomunikasi dengan Serikat Pekerja PT Multidaya Teknologi Nusantara.
Sebagai informasi, jumlah karyawan eFishery saat ini sekitar 1.800, namun sudah berkurang menjadi lebih kurang 1.500 setelah PHK yang dilaksanakan bulan ini. Risyad, perwakilan karyawan, menjelaskan bahwa PHK ini tidak terfokus pada satu divisi tertentu, melainkan menyebar merata terutama pada tenaga kerja kontrak. Meskipun karyawan yang di-PHK mendapatkan hak-haknya, mereka merasa tidak puas dengan transparansi manajemen terkait alasan di balik langkah tersebut.
Isu mengenai dugaan penggelembungan dana di eFishery pertama kali dilaporkan oleh DealStreetAsia pada Desember 2024. Menindaklanjuti laporan ini, eFishery memutuskan untuk membebastugaskan sementara posisi Gibran Huzaifah sebagai CEO dan Chrisna Aditya sebagai Chief Product Officer. Sebagai langkah sementara, eFishery mengangkat Adhy Wibisono sebagai CEO interim dan Albertus Sasmitra sebagai CFO interim.
Kementerian Ketenagakerjaan berencana melakukan investigasi terhadap situasi ini guna memastikan bahwa hak-hak pekerja tetap dilindungi. Dalam situasi ini, eFishery menghadapi tantangan besar tidak hanya dari aspek internal, tetapi juga dari pandangan publik terkait integritas manajemen mereka.
Satu laporan penting yang semakin memicu kontroversi adalah dokumen FTI Consulting yang berisi temuan tentang potensi penggelapan laporan keuangan. Laporan tersebut mencatat bahwa manajemen eFishery mengklaim keuntungan sebesar US$ 16 juta, sementara sebenarnya mereka mengalami kerugian mencapai US$ 35,4 juta selama periode Januari hingga September 2024. Selain itu, pendapatan yang dilaporkan sebesar US$ 752 juta ternyata sebenarnya hanya setara dengan US$ 157 juta.
Temuan lain dalam laporan tersebut menyebutkan bahwa eFishery mengklaim memiliki lebih dari 400 ribu mitra pembudidaya ikan, namun realitanya hanya ada sekitar 24 ribu mitra. Informasi ini menggambarkan kemungkinan adanya kesalahan serius dalam laporan keuangan yang bermuara pada dugaan fraud di manajemen.
Laporan FTI Consulting ini mengandalkan informasi dari lebih dari 20 wawancara dengan staf eFishery dan melakukan peninjauan atas komunikasi internal di dalam perusahaan. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai transparansi dan akuntabilitas manajemen eFishery, yang kini harus siap menghadapi kontrol lebih ketat baik dari pemerintah maupun investor.
Sejauh ini, pihak eFishery belum memberikan komentar resmi mengenai dugaan kecurangan ini. Permintaan konfirmasi dari berbagai pihak, termasuk wartawan, juga belum mendapat tanggapan. Dalam situasi di mana ketidakpastian dan ketegangan meningkat, jelas bahwa kunjungan Kementerian Ketenagakerjaan dapat menjadi langkah kecil menuju transparansi yang lebih besar di perusahaan yang tengah menghadapi tantangan besar ini.