Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) saat ini tengah melakukan kajian mengenai aturan terkait pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) bagi pengemudi ojek online (ojol). Walaupun sudah ada imbauan dari Kemenaker, status kemitraan antara pengemudi dan perusahaan aplikator masih menjadi perdebatan yang hangat di berbagai kalangan.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan, menyampaikan bahwa kajian ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi Kemenaker. “Kami sedang melakukan kajian. Ini PR besar bagi kami di Kemenaker. Kemarin kami berdiskusi dengan beberapa lembaga kementerian, termasuk Kementerian Perhubungan dan Kominfo,” ungkapnya dalam pernyataan tertulis di Jakarta pada Jumat (31/1).
Salah satu isu sentral dalam kajian ini adalah status kemitraan pengemudi ojol yang dinilai oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) seharusnya dikategorikan sebagai pekerja, bukan mitra. Hal ini menjadi penting, mengingat banyak pengemudi ojol yang berharap mendapatkan perlindungan yang layak terkait dengan kesejahteraan dan kepastian hukum.
Dalam upaya menyusun regulasi yang lebih kuat untuk melindungi hak-hak pengemudi, Kemenaker berkomunikasi dengan pihak aplikator seperti Grab dan Gojek. “Kami menyampaikan hal ini ke aplikator agar ada komunikasi yang lebih baik. Banyak tuntutan dari para pengemudi yang sudah dipenuhi oleh aplikator, tetapi kami berharap ada perangkat atau instrumen yang lebih kuat, entah dalam bentuk Peraturan Pemerintah atau regulasi lain,” katanya.
Pada tahun lalu, menjelang Lebaran, Kemenaker mengeluarkan imbauan bagi aplikator untuk memberikan THR kepada pengemudi ojek online. Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Indah Anggoro Putri, menjelaskan bahwa hubungan antara perusahaan aplikator dan pengemudi adalah bentuk kemitraan. Oleh karena itu, mekanisme pemberian tunjangan hari raya perlu dibicarakan dan dikomunikasikan dalam internal perusahaan.
Berikut adalah hal-hal yang harus diperhatikan terkait pemberian THR kepada pengemudi ojol:
1. Penyampaian imbauan dari Kemenaker kepada perusahaan aplikator.
2. Diskusi internal di masing-masing perusahaan untuk menentukan bentuk dan besaran THR.
3. Penyesuaian mekanisme tunjangan yang sesuai dengan karakteristik masing-masing perusahaan.
Kemenaker juga telah menyusun beberapa regulasi yang akan mengatur hak-hak pengemudi ojol ke depan. Regulasi tersebut mencakup beberapa poin penting:
– Pemberian waktu kerja dan istirahat yang jelas.
– Pembayaran sejalan dengan standar aturan yang berlaku.
– Perlindungan terhadap risiko K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja), serta pencegahan terhadap pelecehan seksual.
– Penyediaan jaminan sosial yang meliputi jaminan kesehatan dan jaminan sosial tenaga kerja.
Walaupun banyak pengemudi ojol yang berharap untuk mendapatkan THR sebagai bentuk perlindungan dari perusahaan aplikator, kenyataannya regulasi yang mengatur hubungan ini masih belum final. Berbagai pihak, termasuk aktivis buruh dan masyarakat sipil, terus mendorong pemerintah untuk merealisasikan aturan yang memadai guna melindungi hak-hak mereka.
Kemenaker berkomitmen untuk terus mengupayakan solusi terbaik agar pengemudi ojol memperoleh perlindungan yang layak. “Kami ingin memastikan bahwa hak-hak kawan driver tetap terlindungi dengan baik,” seru Wamenaker. Dengan demikian, harapan untuk mendapatkan THR yang layak bagi pengemudi ojol masih terus bergulir, menciptakan peluang bagi terciptanya keadilan dalam dunia kerja yang semakin modern ini.