Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menolak kemungkinan terjadinya negosiasi dengan Amerika Serikat, menegaskan bahwa pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa melakukan perundingan dengan Washington tidaklah bijaksana. Pernyataan ini disampaikan dalam pertemuan dengan perwira angkatan udara Iran pada Jumat (7/2), hanya beberapa hari setelah Presiden AS Donald Trump mengulangi ajakannya untuk membuat perjanjian baru yang terverifikasi tentang program nuklir Iran.
Khamenei menyatakan bahwa proses negosiasi dengan AS tidak menghasilkan hasil yang diinginkan dan mengacu pada kegagalan perjanjian nuklir yang ditandatangani pada tahun 2015. "Kami bernegosiasi, kami memberi konsesi, kami berkompromi, tetapi kami tidak mencapai hasil yang kami tuju," ujarnya, merujuk pada kegagalan AS untuk memenuhi komitmen dalam perjanjian tersebut setelah penarikan diri Trump dari kesepakatan. Komentar ini juga memperlemah upaya oleh presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian, yang terpilih pada 2024, untuk menjaga dialog dengan Barat.
Sementara Khamenei tidak menutup kemungkinan perundingan selamanya, pernyataannya mengindikasikan bahwa langkah untuk mencapai kesepakatan baru sangat tidak mungkin. Dorongan terbaru Trump muncul saat AS memberlakukan kembali sanksi di bawah kebijakan tekanan maksimal terhadap Iran. Trump, yang mencabut dukungannya terhadap perjanjian nuklir 2015, berpendapat perlunya kesepakatan baru dalam waktu dekat dan menyatakan, "Kita akan melihat apakah kita dapat mengatur atau menyelesaikan kesepakatan dengan Iran." Ia juga menekankan keinginannya untuk menciptakan sebuah "Perjanjian Perdamaian Nuklir Terverifikasi," yang diharapkan dapat memberikan kesempatan bagi Iran untuk tumbuh dan makmur.
Beberapa poin penting yang dinyatakan oleh Khamenei dan Trump meliputi:
-
Penolakan Negosiasi: Khamenei dengan tegas menolak negosiasi dengan AS, merujuk pada pengalaman buruk di masa lalu yang tidak memberikan kemajuan.
-
Pengaruh Sanksi: Sanksi yang diberlakukan kembali oleh AS di bawah presiden Trump berkontribusi pada konteks ketegangan yang ada.
-
Dorongan untuk Kesepakatan Baru: Trump menunjukkan minat pada kesepakatan baru dengan Iran, meskipun tidak menunjukkan niat keras dalam pendekatannya.
-
Ancaman Balik: Khamenei mengingatkan bahwa Iran akan melakukan tindakan balasan jika ada ancaman dari pihak luar, menegaskan posisi defensif negara.
- Keterbatasan Diplomatik: Meskipun pemerintah Pezeshkian menunjukkan niat untuk berunding, Khamenei tetap berperan vital dalam membatasi langkah-langkah diplomatik yang lebih fleksibel.
Pernyataan Khamenei ini berpotensi memperburuk hubungan antara kedua negara, sementara Trump, dalam upayanya untuk menciptakan ruang bagi diplomasi, tetap memperingatkan bahwa Iran tidak boleh memiliki senjata nuklir. Pada saat yang sama, komentar Trump bahwa "Kita tidak ingin bersikap keras terhadap siapa pun," menunjukkan ketidakpastian dalam pendekatan AS terhadap isu nuklir Iran.
Ke depan, dengan Khamenei yang menolak dialog dan Trump yang tetap optimis tentang kemungkinan kesepakatan baru, kondisi diplomasi antara AS dan Iran tampak suram. Masalah ini akan menjadi fokus ketegangan di masa mendatang, di mana keputusan dan sikap kedua pihak akan menentukan apakah ada jalan menuju resolusi atau semakin memperdalam konflik yang sudah ada.