Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah memanggil dua individu yang mengaku sebagai nelayan terkait pemasangan pagar bambu di kawasan perairan laut Tangerang. Pagar bambu ini dikelilingi di enam kecamatan yakni Teluknaga, Sukadiri, Pakuhaji, Mauk, Kemiri, dan Kronjo, dan saat ini tengah menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat dan pemerintah.
Kepala Direktorat Jenderal PSDKP KKP, Pung Nugroho Saksono, menjelaskan bahwa kedua individu tersebut bukanlah nelayan sejati, melainkan lebih berperan sebagai juru bicara atau pendamping nelayan. “Sudah kita panggil, ada dua orang yang mengaku sebagai nelayan, tapi bukan nelayan, dia ini seperti juru bicara atau apa lah, kalau dibilang pendamping nelayan,” kata Pung dalam keterangan pers di Tangerang pada Kamis, 23 Januari 2025.
Meskipun telah dilakukan pemanggilan, KKP belum bisa melanjutkan proses hukum lebih lanjut karena keterangan yang diberikan oleh kedua orang tersebut belum cukup memadai. Pung menambahkan, “Kalau pihak sudah kita panggil, tapi pengakuannya belum juga maksimal. Belum bisa kami dijadikan tersangka. Tapi, akan kami dalami terus, sampai kalau bisa ada (tersangka).”
Kasus pemagaran laut ilegal ini telah menimbulkan berbagai masalah. Dapat dipahami bahwa pemilik hak atas area tersebut harus diklarifikasi. Pung Nugroho juga menegaskan bahwa bisa ada sanksi bagi kedua individu tersebut, jika terbukti terlibat dalam tindakan ilegal ini. “Nanti akan dikenakan sanksi administrasi. Namun, jika nanti aparat lain memanggil menggunakan pidana kami terbuka lebar,” tambahnya.
Dalam perkembangan terbaru, proses pencabutan dan pembongkaran pagar bambu juga telah berlangsung dengan cepat. Pada tanggal 18 Januari 2025, petugas telah berhasil mencabut sepanjang 2,5 kilometer dari pagar yang ada, dan pada tanggal 22 Januari 2025, proses pencabutan dilanjutkan dengan mencabut tambahan sepanjang 5 kilometer. Secara keseluruhan, pagar yang harus dibongkar mencapai panjang 30,16 kilometer. Pihak TNI Angkatan Laut dan KKP menargetkan bahwa proses ini dapat selesai dalam waktu 10 hingga 15 hari ke depan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, pelibatan pagar bambu di perairan Tangerang ini tidak hanya melibatkan pemegang izin, tetapi juga bisa mengandung unsur ketidakbenaran dalam proses persetujuan hak guna bangunan (HGB) yang melingkupi kawasan tersebut. Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, juga melaporkan penerbitan SHM dan HGB pagar laut tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia menilai bahwa ada indikasi rasuah dalam isu ini yang patut untuk ditindaklanjuti.
Hal ini menambah kompleksitas terhadap tindakan-tindakan yang diambil oleh KKP dan pihak berwenang lainnya terkait masalah tersebut. Keberadaan pagar bambu ini telah memicu protes dari warga setempat, di mana mereka merasa hak mereka untuk mengakses laut telah terampas. Banyak nelayan yang mengaku kesulitan dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan yang merupakan mata pencaharian utama mereka.
Situasi ini menjadi perhatian serius, baik untuk masyarakat nelayan maupun pemerintah yang berwenang, guna menemukan solusi yang adil dan efektif tanpa menimbulkan konflik lebih lanjut. KKP dihadapkan pada tantangan untuk memastikan regulasi yang baik dan pelaksanaan hukum yang tegas jika diperlukan. Kekuatan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat sangatlah diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan bijak. Ke depannya, perlu adanya penegakan hukum yang jelas dan transparan untuk mencegah terjadinya praktik ilegal di perairan Indonesia.