Komdigi Ajak Danantara Dukung Perluasan Adopsi Internet 5G

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Indonesia meminta dukungan dari Danantara, sebagai sovereign wealth fund (SWF), untuk memainkan peran penting dalam penguatan ekosistem telekomunikasi dan digital nasional. Permintaan ini bertujuan guna mempercepat perluasan cakupan internet 5G di seluruh Indonesia. Menteri Komdigi, Meutya Hafid, menyatakan bahwa dukungan Danantara sangat penting untuk akselerasi pengembangan infrastruktur telekomunikasi yang lebih inklusif dan merata.

Dalam upayanya mendukung perkembangan jaringan 5G, pemerintah berencana merilis pita frekuensi 2,6 GHz pada tahun 2025. Namun, tantangan hukum tetap menghadang, dengan gugatan dari MNC Group di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pita frekuensi 3,5 GHz yang merupakan spektrum utama untuk 5G saat ini masih digunakan untuk layanan satelit hingga tahun 2034. Meutya menekankan pentingnya strategi migrasi spektrum yang komprehensif dan terkoordinasi untuk menjamin transisi yang lancar ke era 5G.

Menurut Meutya, Danantara memiliki peran strategis dalam mengawal proses ini mengingat tiga dari empat operator satelit nasional yang beroperasi di pita 3,5 GHz, yaitu Telkom, Telkom Satelit Indonesia, dan BRI, berada dalam portofolio SWF tersebut. Dalam pertemuan dengan Menteri Investasi dan Hilirisasi/BKPM sekaligus CEO Danantara, Rosan Roeslani, Meutya menekankan bahwa dengan pemanfaatan aset BUMN secara optimal, infrastruktur digital yang lebih merata dapat diwujudkan.

Investasi di sektor digital dinilai krusial untuk meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global. Rosan Roeslani menyatakan adanya potensi besar dalam investasi digital, terutama dalam infrastruktur jaringan dan teknologi 5G. Sinergi antara pemerintah dan sektor swasta diharapkan menjadi kunci dalam menjamin pertumbuhan ekonomi berbasis digital yang berkelanjutan.

Data terbaru menunjukkan bahwa adopsi 5G di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan Malaysia. Sejak kedua negara memulai implementasi 5G pada 2021, Malaysia telah mencapai cakupan 80%, sementara Indonesia hanya mencatat 2,5% dengan 376 site hingga Agustus 2024. Untuk mempercepat adopsi internet 5G, Komdigi mengusulkan penerapan model Multi-Operator Core Network (MOCN), yang telah berhasil diterapkan di Malaysia.

MOCN memungkinkan operator untuk berbagi infrastruktur jaringan, sehingga dapat mempercepat ekspansi jaringan dan menekan biaya investasi. Dengan penerapan model ini, Meutya berharap proses adopsi 5G di Indonesia dapat dipercepat. Selain itu, Komdigi juga berpartner dengan Kementerian Investasi/BKPM dalam upaya menarik lebih banyak investasi untuk meningkatkan konektivitas di seluruh negeri.

Tantangan besar yang dihadapi tetap terkait dengan terbatasnya infrastruktur. Data Komdigi mencatat bahwa 86% sekolah di Indonesia belum memiliki akses fixed broadband, 38% kantor desa belum terhubung ke internet, dan 75% puskesmas mengalami masalah dengan koneksi internet yang tidak memadai. Meutya menggarisbawahi komitmen untuk mempercepat pemerataan akses internet agar manfaat ekonomi digital dapat dirasakan secara merata di seluruh tanah air.

Salah satu langkah efisien yang diusulkan adalah pemanfaatan infrastruktur milik PLN untuk memperluas jaringan telekomunikasi ke daerah-daerah yang minim akses internet. Dengan memanfaatkan tiang listrik PLN untuk distribusi serat optik, biaya investasi dapat ditekan hingga 67% sehingga penetrasi internet dapat dilakukan dengan lebih efisien. Dengan strategi yang tepat, diharapkan implementasi 5G dapat mengurangi Total Cost of Ownership (TCO) hingga 54% dibandingkan teknologi 4G.

Pemerintah juga menargetkan kecepatan internet mencapai 100 Mbps pada tahun 2029. Sinergi antara Komdigi, Kementerian Investasi, Danantara, dan sektor industri menjadi harapan untuk menghadirkan infrastruktur digital yang lebih merata dan berkelanjutan sehingga Indonesia dapat bersaing di arena global dalam era digital yang semakin berkembang pesat.

Berita Terkait

Back to top button