Indonesia

Komdigi Perketat Penanganan Hoaks Jelang Sengketa Pilkada 2024

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menegaskan komitmennya dalam memperketat penanganan hoaks yang marak beredar selama masa sengketa Pilkada Serentak 2024. Dalam menjaga suasana digital yang kondusif, langkah ini sangat penting agar disinformasi tidak memengaruhi opini publik dan proses hukum yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketua Tim Pengendalian Konten Internet Ilegal Non Perjudian, Direktorat Jenderal Pengawasan Ruang Digital, Okky Robiana Sulaeman, mengungkapkan strateginya dalam menangani konten negatif di media sosial. "Penanganan konten pelanggaran Pemilu/Pilkada dilakukan berdasarkan laporan dari lembaga penyelenggara dan pengawas Pemilu serta aparatur penegak hukum (APH)," jelas Okky dalam acara Forum Advokat Muda untuk Pemilu Berkeadilan di Bandung.

Kerja sama yang terjalin antara Komdigi dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melalui nota kesepahaman menjadi salah satu langkah strategis yang dijalankan. Nota kesepahaman ini membahas patroli digital secara intensif dan penanganan aduan terkait kampanye negatif yang berpotensi menyesatkan masyarakat. Dalam catatan sepanjang tahun 2024, Komdigi berhasil menangani total 409 kasus pelanggaran konten digital yang merugikan, dengan rincian sebagai berikut:

  1. 213 kasus fitnah: Mencakup penyebaran informasi yang merugikan individu atau kelompok tanpa fakta yang jelas.
  2. 48 kasus hoaks: Berita palsu yang berpotensi menyesatkan masyarakat.
  3. 148 ujaran kebencian: Konten yang mengandung kebencian terhadap individu atau kelompok tertentu.

Deni Jaelani, Koordinator Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu Kabupaten Bandung, menekankan pentingnya profesionalisme dalam pengawasan pemilu, khususnya selama masa sengketa. Ia mengungkapkan, "Bawaslu harus hadir dalam setiap kegiatan KPU dan memberikan rekomendasi jika terdapat pelanggaran." Hal ini menunjukkan bahwa pengawasan yang ketat menjadi faktor kunci untuk menjaga integritas proses demokratis.

Advokat Hardiansyah juga memberikan pandangannya mengenai bahaya hoaks. Menurutnya, informasi yang diputarbalikkan dapat memicu kekerasan terhadap penyelenggara pemilu. "Hoaks bisa berdampak pada kekerasan kepada penyelenggara pemilu," tegasnya. Ia mendukung kolaborasi antara Komdigi, Bawaslu, dan masyarakat guna meraih lingkungan digital yang lebih sehat dan aman.

Acara diskusi bertajuk “Peran Komdigi dan Bawaslu dalam Penanganan Disinformasi/Hoaks di Media Sosial, Berkenaan Konten Persidangan Sengketa Hasil Pilkada Serentak 2024 di Mahkamah Konstitusi” ini menarik perhatian beragam peserta, mulai dari mahasiswa, dosen, hingga praktisi hukum. Hal ini mengindikasikan adanya keinginan besar dalam masyarakat untuk memahami dan terlibat aktif dalam penanganan informasi yang menyesatkan.

Dahman Sinaga, anggota Forum Advokat Muda untuk Pemilu Berkeadilan, menyatakan bahwa diskusi ini adalah langkah penting untuk mendidik masyarakat. "Langkah ini penting agar demokrasi di Indonesia dapat berjalan lebih baik dan bebas dari disinformasi," ujarnya, mengingatkan bahwa upaya bersama sangat diperlukan untuk menjaga kualitas informasi yang beredar.

Penanganan hoaks di era digital, terutama selama periode sensitif seperti pilkada, merupakan tantangan besar. Oleh karena itu, peran aktif dari instansi pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat sangat krusial untuk menciptakan ekosistem informasi yang sehat. Upaya ini diharapkan dapat meminimalkan dampak negatif dari pelanggaran informasi dan mendukung proses demokrasi yang lebih bersih dan transparan di Indonesia.

Siti Aisyah adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button