Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) berencana untuk membentuk regulasi yang membatasi penggunaan media sosial oleh anak-anak guna meningkatkan perlindungan anak di ruang digital. Regulasi ini disebut perlu untuk mengurangi paparan anak-anak terhadap konten berbahaya yang mencakup judi online, pornografi, perundungan, dan kekerasan seksual. Menurut Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, langkah ini diambil sejalan dengan upaya pemerintah untuk memperkuat pengawasan dan menindak tegas konten yang dapat membahayakan anak-anak di dunia maya.
Meutya menyampaikan, "Salah satu aspek yang dikaji dalam regulasi berkaitan dengan pembatasan usia khusus bagi anak-anak dalam penggunaan media sosial, sebagai langkah untuk mengurangi paparan terhadap konten berbahaya," dalam sebuah siaran pers di Jakarta Pusat pada Minggu (2/2). Rencana regulasi ini sedang dalam tahap pengkajian dan diharapkan akan rampung dalam satu hingga dua bulan ke depan.
Instruksi untuk mempercepat regulasi ini datang langsung dari Presiden Prabowo Subianto, yang menegaskan pentingnya perlindungan anak dalam lingkungan digital. Dalam rangka menindaklanjuti instruksi tersebut, Menkomdigi membentuk Tim Penguatan Regulasi Perlindungan Anak di Ranah Digital. Tim ini terdiri dari perwakilan pemerintah, akademisi, praktisi, dan lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada anak-anak.
Berdasarkan informasi yang dirangkum, ada tiga fokus utama yang menjadi perhatian tim ini:
Memperkuat regulasi dan mekanisme pengawasan terhadap platform digital yang menyediakan akses bagi anak-anak. Ini termasuk peninjauan terhadap kebijakan dan praktik yang ada serta pengembangan ketentuan baru yang lebih ketat.
Meningkatkan literasi digital bagi anak-anak dan orang tua. Dalam hal ini, penting bagi mereka untuk lebih memahami risiko dalam dunia maya dan bagaimana cara melindungi diri dari berbagai ancaman yang ada di internet.
- Menindak tegas pelaku dan penyebar konten berbahaya yang dapat mengancam keselamatan anak-anak. Penegakan hukum yang lebih ketat akan diberlakukan untuk memastikan bahwa pelanggaran semacam ini tidak terjadi begitu saja.
Statistik terkait masalah ini cukup mencengangkan. Menurut data dari National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC), Indonesia mencatat 5,5 juta kasus pornografi anak dalam empat tahun terakhir, menjadikannya sebagai negara dengan kasus terbanyak keempat di dunia dan kedua di ASEAN. Selain itu, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021 menunjukkan bahwa 89% anak usia lima tahun ke atas menggunakan internet untuk media sosial, yang meningkatkan risiko tersentuhnya mereka oleh konten yang tidak pantas.
Dalam konteks tersebut, Meutya menegaskan komitmen pemerintah untuk memastikan bahwa anak-anak aman dalam melakukan aktivitas digital. "Dunia digital harus menjadi ruang belajar, bukan ancaman," jelasnya. Dalam hal ini, penguatan regulasi diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi anak-anak dan meningkatkan kepercayaan orang tua terhadap penggunaan media sosial oleh anak-anak mereka.
Dengan langkah-langkah ini, pemerintah berharap dapat menciptakan ekosistem digital yang lebih baik, di mana anak-anak tidak hanya terlindungi dari berbagai bentuk ancaman tetapi juga bisa memanfaatkan teknologi secara positif dan produktif. Regulasi yang sedang disiapkan ini mencerminkan kesadaran akan tantangan yang dihadapi oleh generasi muda dalam menghadapi era digital yang semakin kompleks.