Komisi I DPR: Sudah Undang KontraS Bahas RUU TNI, Tapi…!

Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto, memberikan penjelasan terkait kontroversi dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang melibatkan KontraS. Pada acara di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat pada Sabtu, 15 Maret 2025, Utut menyatakan bahwa pihaknya telah mengundang KontraS untuk turut serta dalam diskusi, namun organisasi tersebut memilih untuk tidak hadir. "Kita undang dia nggak mau (datang), karena merasa akan jadi stempel saja bahasanya," ujarnya.

Pernyataan tersebut muncul setelah serangkaian kritik dari koalisi masyarakat sipil, termasuk KontraS, yang menyoroti proses pembahasan RUU TNI yang dianggap tidak transparan. Utut merasa tidak masalah dengan ketidakhadiran KontraS dan menyatakan bahwa mereka memiliki pandangan berbeda mengenai prioritas dalam pembentukan undang-undang, terutama terkait dengan peradilan militer.

Sebelumnya, pada hari yang sama, sekelompok aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Sektor Keamanan menggelar aksi unjuk rasa di depan ruang rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR. Mereka menggunakan poster-poster yang menyampaikan kritik terhadap proses rapat tersebut. "Kayak kurang kerjaan aja, ambil double job," bunyi salah satu poster yang mencolok perhatian. Atas tindakan tersebut, Wakil Koordinator KontraS, Andri Yunus, menjadi sorotan media ketika ditarik keluar oleh petugas keamanan setelah mencoba untuk menyampaikan pendapat di luar ruang rapat.

Aksi protes ini menandai ketidakpuasan publik terhadap cara DPR menangani pembahasan RUU TNI. Aktivis mengklaim bahwa proses yang sedang berjalan sangat tertutup dan tidak melibatkan masyarakat luas. Andri mengungkapkan, "Hentikan Bapak-Ibu, prosesnya sangat tertutup, tidak ada pelibatan rakyat di sini," yang menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam suatu legislasi yang memiliki dampak besar.

Adanya protes ini mencerminkan ketidakpercayaan beberapa elemen masyarakat sipil terhadap agenda yang diusulkan oleh DPR terkait reformasi sektor keamanan. Beberapa aktivis berpendapat bahwa fokus seharusnya diarahkan pada isu-isu yang lebih mendesak dalam peradilan militer, daripada hanya merevisi UU yang ada.

Berikut adalah beberapa poin penting tentang situasi ini:

  1. Undangan Tidak Diterima: DPR mengklaim telah mengundang KontraS untuk menghadiri pembahasan RUU TNI, namun organisasi tersebut menolak karena khawatir hanya menjadi "stempel" dalam proses yang dianggap telah ditentukan.

  2. Akibat Protes: Aksi demonstrasi di luar ruang rapat menandakan ketidakpuasan masyarakat terhadap pembahasan RUU TNI, yang dinilai tidak transparan.

  3. Pernyataan Utut Adianto: Ketua Komisi I DPR tersebut berargumen bahwa revisi UU TNI tidak menjadi prioritas bagi kelompok masyarakat sipil, yang lebih menginginkan regulasi terkait peradilan militer.

  4. Penolakan Keterlibatan Publik: Kejadian ini menunjukkan bahwa ada kebutuhan mendesak untuk melibatkan masyarakat dalam setiap proses legislasi yang berhubungan dengan isu-isu keamanan.

DPR sebagai lembaga legislatif diharapkan dapat lebih mendengarkan aspirasi masyarakat sipil dalam setiap proses perumusan undang-undang yang menyentuh aspek penting kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketidakpuasan ini tidak hanya berpotensi menimbulkan lebih banyak protes di masa depan, tetapi juga menciptakan jarak antara institusi dan publik yang entitasnya dilayani. Melihat situasi ini, transparansi dan partisipasi publik dalam setiap rapat-rapat penting DPR menjadi lebih dari sekadar ide, melainkan suatu keharusan untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap proses legislasi.

Berita Terkait

Back to top button