Bisnis

Komisi IX DPR Desak Menkes Usulkan Rp9,4 Triliun untuk Subsidi JKN

Komisi IX DPR RI telah mengajukan permohonan kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mengalokasikan tambahan anggaran sebesar Rp9,4 triliun. Permintaan ini diajukan untuk memastikan bahwa pembayaran subsidi iuran bagi peserta mandiri kelas III dari BPJS Kesehatan tetap berjalan dengan lancar, terutama di tengah kebijakan efisiensi anggaran yang sedang diterapkan.

Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia, Edy Wuryanto, menyatakan bahwa dalam rapat kerja antara pihaknya dan Kemenkes, telah disepakati untuk melakukan efisiensi anggaran Kemenkes senilai Rp19,63 triliun berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025. “Komisi IX mendorong Kemenkes untuk meminta tambahan anggaran kepada Menkeu sebesar Rp9,4 triliun, sehingga jika Menkeu menetapkan efisiensi Rp19,63 triliun, maka efisiensi yang dibebankan kepada Kemenkes hanya sekitar Rp10,2 triliun,” terang Edy.

Efisiensi anggaran Kemenkes yang mencapai Rp19,63 triliun ini diprediksi akan berdampak signifikan pada kemampuan Kemenkes dalam membayar subsidi untuk peserta mandiri kelas III yang totalnya sekitar Rp2,5 triliun. Jika alokasi ini tidak diajukan kembali, ada kemungkinan subsidi untuk kelas III peserta BPJS Kesehatan dapat dicabut, yang tentu saja dapat memicu masalah sosial yang lebih besar. “Jika itu terjadi, bakal menimbulkan kegaduhan publik,” tegas Edy.

Lebih mengejutkan lagi, Efisiensi anggaran itu juga akan berpengaruh terhadap pengadaan obat dan alat kesehatan, di mana kemungkinan besar penurunan mencapai 50%. Edy menggambarkan situasi ini, di mana sering kali terjadi kasus apotek di rumah sakit dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) kesulitan dalam penyediaan obat. “Akibatnya, peserta BPJS terpaksa membeli obat secara sendiri dan menanggung biayanya sendiri, yang merugikan manfaat BPJS bagi peserta,” jelasnya. Dengan berkurangnya anggaran, kekosongan obat di apotek dan FKTP semakin berpotensi tinggi.

Dampak dari efisiensi anggaran lainnya adalah pada biaya pendidikan tenaga kesehatan, terutama para dokter spesialis. Perlu dicatat bahwa saat ini kebutuhan dokter spesialis di Indonesia sangat mendesak. Dengan berkurangnya anggaran untuk pendidikan dan pelatihan, masa depan sistem kesehatan tanah air bisa terancam. “Jika kami tidak hati-hati, dampaknya akan semakin buruk bagi ketersediaan dokter spesialis di masa datang,” ujar Edy.

Dalam upaya untuk memastikan risiko-risiko yang mungkin muncul akibat efisiensi anggaran ini dapat diminimalisir, Komisi IX DPR RI meminta Kemenkes untuk segera mengajukan proposal pengalokasian anggaran sebesar Rp9,4 triliun. Proses pengajuan anggaran ini harus melalui persetujuan dari Presiden, yang dalam hal ini adalah Prabowo. Edy menambahkan, “Kalau Presiden melakukan rekalkulasi atau rekonstruksi APBN, pengajuan tambahan anggaran Kemenkes tidak perlu lagi melalui Komisi IX DPR.”

Dari konteks ini, jelas bahwa keputusan untuk meningkatkan anggaran akan berdampak besar pada keberlangsungan layanan kesehatan publik di Indonesia, khususnya bagi masyarakat yang tergantung pada BPJS Kesehatan. Pendekatan proaktif dari Komisi IX DPR dalam mengeksplorasi berbagai solusi finansial menunjukkan niat untuk menjaga kualitas dan akses layanan kesehatan, meskipun di tengah tantangan efisiensi anggaran yang ketat. Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan dukungan terhadap sektor kesehatan dapat terus terjaga dan diperkuat, menjamin kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Rina Lestari adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button