
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menekankan bahwa pelaku pelecehan seksual, termasuk seorang Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) dan seorang dokter residen di Rumah Sakit Universitas Padjadjaran (RSHS), harus mendapatkan hukuman yang lebih berat. Kepedulian ini mencuat di tengah meningkatnya kasus kekerasan seksual yang menyentuh berbagai kalangan.
Anis Hidayah, Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM, menilai bahwa situasi kekerasan seksual di Indonesia semakin memprihatinkan dan meluas. Ia menegaskan pentingnya penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku, meskipun di UGM sudah mengambil langkah dengan memberhentikan Guru Besar tersebut. “Meskipun proses di kampus telah selesai, hukum harus tetap berlanjut, karena ini merupakan tindak pidana,” ungkap Anis saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta.
Lebih lanjut, Anis menekankan bahwa berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), mereka yang memiliki profesi sebagai akademisi dan tenaga medis seharusnya menjadi pelindung masyarakat. “Mereka adalah pihak yang seharusnya memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat, sehingga apabila mereka malah bertindak sebagai pelaku, maka hukuman harus diperberat,” ujar Anis.
Komnas HAM tidak hanya menyerukan pertanggungjawaban terhadap pelaku di UGM, tetapi juga dokter residen yang terlibat dalam kasus serupa di RSHS. Dalam insiden yang terjadi pada 18 Maret 2025, seorang dokter residen berinisial PAP diduga melakukan kekerasan seksual terhadap FH, seorang pasien berusia 21 tahun yang sedang mendampingi ayahnya. Korban terpaksa menjalani prosedur medis tanpa pendampingan keluarga, yang berujung pada perlakuan tidak manusiawi. Korban melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwajib setelah mengalami rasa sakit yang signifikan.
“Kita semua memiliki kepentingan untuk mengawasi kepatuhan pada hukum, sehingga aparat penegak hukum dapat menghukum para pelaku dengan seberat-beratnya,” imbuh Anis, menekankan perlunya dukungan masyarakat dalam pengawasan kasus-kasus tersebut.
Kasus di UGM juga diwarnai dengan tindakan tegas dari pihak universitas. Guru Besar berinisial EM dipecat setelah terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap sejumlah mahasiswa. Investigasi oleh Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) UGM mengkonfirmasi pelanggaran kode etik dan peraturan rektor yang dilanggar pelaku. “Keputusan pemecatan telah diambil berdasarkan hasil pemeriksaan dan pelanggaran yang dilakukan,” jelas Andi Sandi, Sekretaris UGM.
Tindakan tegas terhadap kasus-kasus ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi institusi lain. Sejumlah kalangan berharap adanya perubahan kebijakan dan sistem yang lebih responsif dalam menangani kekerasan seksual, terutama di lembaga pendidikan dan kesehatan, yang seharusnya menjadi tempat aman bagi masyarakat.
Dukungan masyarakat untuk mengawal proses hukum sangat krusial, dan Komnas HAM berupaya memastikan bahwa setiap pelaku yang seharusnya menjadi pelindung justru tidak lepas dari konsekuensi hukum yang berat. Dengan situasi yang semakin mengkhawatirkan ini, penting bagi semua pihak untuk mendukung langkah-langkah preventif dan hukum agar tindakan serupa tidak terulang di masa depan.