Korban Tewas Gempa Myanmar Capai 2.700, Air dan Obat Langka!

Korban jiwa akibat gempa bumi berkekuatan magnitudo 7,7 yang melanda Myanmar pekan lalu mencapai angka yang mengejutkan, yaitu lebih dari 2.700 orang. Guncangan yang terjadi di Mandalay pada hari Jumat menjadi salah satu bencana alam terparah yang menimpa negara tersebut dalam beberapa tahun terakhir, serta menyisakan duka mendalam bagi ribuan keluarga yang kehilangan orang terkasih.

Menurut data yang dirilis oleh berbagai lembaga, sekitar 4.500 warga juga mengalami luka-luka akibat gempa ini. Situasi darurat semakin parah, dengan para korban menghadapi kelangkaan tempat berlindung, air bersih, dan obat-obatan, yang semuanya sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup mereka. Koordinator Residen dan Kemanusiaan Myanmar dari Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), Marcoluigi Corsi, memberikan penjelasan mengenai kondisi kritis yang dihadapi para korban. Dalam pernyataannya, Corsi mengingatkan bahwa “Waktu untuk pencarian dan penyelamatan kritis semakin menyempit. Tempat berlindung, air bersih, dan obat-obatan langka.”

Situasi saat ini sangat memprihatinkan, mengingat banyak warga yang terpaksa menghabiskan malam di tempat terbuka karena tidak adanya listrik maupun akses terhadap air bersih. Masalah ini diperburuk oleh kerusakan infrastruktur yang parah, dengan banyak jalan dan jembatan hancur dan tidak dapat dilalui. Tim dari berbagai organisasi kemanusiaan menghadapi keterlambatan dalam menjangkau daerah yang terisolasi, di mana perjalanan dari Yangon ke Mandalay yang biasanya dapat ditempuh dalam waktu delapan jam kini memakan waktu hingga 13 jam.

Berbagai badan PBB, termasuk UNICEF dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), telah memberikan peringatan terkait krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung. “Kebutuhan paling mendesak adalah air, di luar sana sangat panas. Pipa air dan tangki septik pecah,” ungkap Wakil Perwakilan UNICEF, Julia Rees. WHO menambahkan bahwa banyak rumah sakit kini kewalahan menghadapi lonjakan pasien, di mana stok medis hampir habis dan terjadi kekurangan air bersih serta bahan bakar.

Badan pengungsi PBB (UNHCR) telah mengidentifikasi situasi ini sebagai krisis kemanusiaan tingkat tinggi dan mulai memobilisasi berbagai persediaan, seperti lembaran plastik, bahan tidur, dan kelambu, untuk membantu para pengungsi. Namun, upaya tanggap darurat tersebut masih terhambat oleh kerusakan infrastruktur yang lebih lanjut, yang membuat distribusi bantuan menjadi semakin sulit.

Sebagai bagian dari respons internasional, banyak negara dan organisasi kemanusiaan berusaha menggalang donasi serta mengerahkan relawan untuk membantu upaya pemulihan. Masyarakat global mengawasi dengan cermat bagaimana Pemerintah Myanmar akan bertindak dalam menghadapi bencana ini. Sementara itu, banyak relawan lokal juga turun tangan untuk memberikan bantuan kepada sesama warga yang membutuhkan.

Menghadapi situasi yang semakin mendesak ini, masih ada harapan bagi para korban gempa. Dengan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi Non-Pemerintah, dan individu, diharapkan kondisi di lapangan dapat segera membaik. Namun, tantangan besar masih harus dihadapi, terutama dalam penyediaan air bersih dan pelayanan kesehatan yang memadai bagi ribuan orang yang kini kehilangan tempat tinggal dan akses terhadap kebutuhan dasar.

Berita Terkait

Back to top button