Kota Kelahiran Cleopatra Ditemukan: Jejak Sejarah Setelah Ribuan Tahun

Dalam sebuah penemuan yang mengejutkan dunia arkeologi, kota kelahiran Cleopatra, Alexandria, Mesir, telah ditemukan setelah ribuan tahun menghilang di bawah permukaan air laut. Kota terbesar kedua di Mesir ini, yang terletak di sepanjang Laut Mediterania dan barat laut Kairo, dikenal sebagai pusat kekuatan dan kebudayaan yang signifikan sejak didirikan oleh Alexander Agung pada tahun 331 SM. Dengan sejarah yang kaya dan berbagai artefak kuno, penemuan ini memberikan harapan untuk mendalami lebih jauh warisan budaya dan sejarah yang terpendam.

Alexandria tidak hanya kaya akan sejarah, tetapi juga merupakan lokasi dari beberapa monumen terkenal, termasuk Katakombe Kom el Shoqafa dan Makam Anfushi. Saat ini, kota ini dihuni sekitar 6,1 juta orang dan menjadi salah satu pelabuhan utama di Mesir. Namun, dalam dekade terakhir, laju pembangunan infrastruktur di tepi laut kota kuno ini cukup mencemaskan, dengan catatan bahwa jumlah bangunan yang dibangun meningkat dari satu bangunan per tahun menjadi 40 bangunan pada tahun 2023.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Earth’s Future menunjukkan dampak signifikan dari perubahan iklim terhadap infrastruktur kota. Selama dua dekade terakhir, sebanyak 280 bangunan di Alexandria telah runtuh, dan lebih dari 7.000 bangunan sekarang terancam runtuh di masa depan. Antara tahun 2014 hingga 2020, terjadi 86 kasus runtuhnya bangunan dan 201 bangunan lainnya mengalami kerusakan parah, yang menyebabkan 85 kematian. Hal ini menjadi perhatian serius bagi para peneliti dan pemerintah setempat.

"Biaya sebenarnya dari kerugian ini jauh melampaui bangunan dan mortir," ungkap Essam Heggy, seorang ilmuwan air dari Sekolah Teknik Viterbi di Universitas California Selatan. Menurutnya, kota-kota pesisir bersejarah seperti Alexandria kini mengalami kerugian yang nyata akibat kenaikan permukaan air laut dan erosi pantai. "Apa yang dulunya tampak seperti risiko iklim yang jauh kini menjadi kenyataan," tambahnya.

Penyebab utama dari runtuhnya bangunan di Alexandria adalah meningkatnya permukaan tanah dan penetrasi air asin ke dalam daratan. Ini menyebabkan struktur bangunan menjadi tidak stabil dan meningkatkan kemungkinan keruntuhan. Air asin dapat merusak tulangan baja pondasi, yang lebih lanjut mengakibatkan ketegangan pada kekuatan bangunan. Heggy memperingatkan bahwa persepsi yang umum bahwa kita hanya perlu khawatir saat permukaan laut naik satu meter, kini perlu diperbarui.

Para peneliti telah melakukan pemetaan bangunan yang runtuh di kota antara tahun 2001 dan 2021, dengan membandingkan citra satelit dan peta kota dari tahun-tahun sebelumnya. Data menunjukkan bahwa Alexandria telah mengalami pergeseran garis pantai hingga puluhan meter ke dalam daratan. Beberapa wilayah bahkan mengalami erosi tanah yang mencolok, mencapai antara 24 hingga 36 meter per tahun.

Perubahan iklim, termasuk mencairnya lapisan es dan ekspansi termal dari air laut yang lebih hangat, dianggap sebagai faktor utama peningkatan permukaan laut. Untuk menghadapi tantangan ini, para peneliti memberikan beberapa rekomendasi, termasuk membangun penghalang di sepanjang pantai, meninggikan bangunan, dan mempertimbangkan relokasi bagi penduduk di wilayah berisiko tinggi.

"Kota-kota bersejarah seperti Alexandria merupakan tempat yang kaya akan pertukaran budaya, inovasi, dan sejarah. Melindungi situs-situs ini bukan hanya tentang menyelamatkan bangunan, tetapi juga tentang melestarikan identitas kita sebagai manusia," tutup Heggy. Penemuan kembali kota kelahiran Cleopatra ini diharapkan tidak hanya akan mendorong penelitian lebih lanjut, tetapi juga meningkatkan kesadaran akan dampak perubahan iklim terhadap situs-situs bersejarah di masa depan.

Berita Terkait

Back to top button