KPK Beberkan Tiga Kasus Korupsi Wali Kota Semarang Mbak Ita

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menahan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, yang akrab disapa Mbak Ita, bersama suaminya Alwin Basri. Penahanan ini dilakukan setelah keduanya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi yang melibatkan beberapa proyek pemerintah di Kota Semarang. Wakil Ketua KPK, Ibnu Basuki Widodo, menjelaskan bahwa pasangan suami istri ini ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Jakarta Timur selama 20 hari.

Menurut keterangan KPK, Mbak Ita dan Alwin Basri terlibat dalam tiga perkara korupsi yang berbeda. Berikut adalah rangkuman kasus-kasus tersebut:

  1. Pengadaan Meja Kursi Dinas Pendidikan: Mbak Ita dan suaminya diduga menerima fee sebesar 10% dari nilai kontrak pengadaan meja dan kursi di Dinas Pendidikan Kota Semarang untuk tahun anggaran 2023. Fee tersebut diterima dari Rachmat Utama Djangkar, seorang Direktur PT. Deka Sari Perkasa yang ditunjuk untuk melakukan pengadaan tersebut. Mbak Ita diduga memerintahkan setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk menyisihkan 10% dari anggaran untuk digunakan dalam APBD-P.

  2. Proyek Penunjukan Langsung di Tingkat Kecamatan: Selain pengadaan furniture, kedua tersangka juga terlibat dalam pengaturan proyek penunjukan langsung di tingkat kecamatan. KPK menemukan adanya permintaan commitment fee yang berhubungan dengan jabatannya sebagai Wali Kota, yang seharusnya menjauhkannya dari tindakan korupsi.

  3. Pengutipan Uang di Bapenda Kota Semarang: Mbak Ita dan Alwin Basri juga diduga terlibat dalam kasus dugaan pemungutan liar (pungli) di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang, di mana keduanya menerima uang hingga Rp2,4 miliar.

Kedua tersangka dijerat dengan hukum sesuai dengan Pasal 12 huruf a, b, f, dan Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda mulai dari Rp200 juta hingga Rp1 miliar.

Ketika menjelaskan tentang modus operandi mereka, Ibnu menyampaikan, "Perbuatan tersebut bertentangan dengan tugas dan kewajibannya sebagai pejabat publik. Kami berkomitmen untuk menindak tegas setiap indikasi korupsi yang terjadi dalam pemerintahan." Selain itu, dia menegaskan bahwa tindakan kolusi dan korupsi dalam proyek pemerintah sangat merugikan masyarakat dan harus ditindaklanjuti secara serius.

Kasus ini menjadi perhatian publik dan menambah panjang daftar pejabat yang tersandung kasus korupsi di Indonesia. Publik berharap agar KPK terus berkomitmen dalam memberantas praktik korupsi yang telah merajalela dan menjadi momok bagi pembangunan di daerah.

Dari penahanan ini, tampak jelas bahwa KPK tidak tebang pilih dalam menindak pegawai pemerintahan, termasuk mereka yang berasal dari partai politik. Mbak Ita yang merupakan kader PDI Perjuangan, terlihat dalam sorotan media, mengingat angka korupsi yang kerap terjadi di kalangan pejabat daerah. Kasus ini diharapkan menjadi pelajaran bagi semua pemangku kebijakan untuk tidak terlibat dalam praktik yang merugikan rakyat.

KPK berjanji akan mengupayakan pengusutan mendalam serta menindaklanjuti setiap kerugian negara yang terjadi akibat praktik korupsi tersebut. Penahanan ini menjadi sinyal bahwa tiada tempat bagi kaum koruptor, apakah mereka adalah pejabat publik atau bukan. Dengan demikian, publik diharapkan semakin teredukasi dan sadar akan pentingnya transparansi dan integritas dalam pemerintahan.

Berita Terkait

Back to top button