
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa saat ini masih terdapat satu dari lima pimpinan DPR periode 2024-2029 yang belum menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) untuk tahun pelaporan 2024. Batas akhir penyampaian LHKPN tersebut jatuh pada Jumat, 11 April 2025. Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Kamis, 10 April 2025.
Tessa menyatakan, “Untuk informasinya, empat sudah, satu masih belum dan ini nanti kita akan update lagi.” Pernyataan ini menunjukkan komitmen KPK dalam mengawasi pelaporan kekayaan para penyelenggara negara, termasuk pimpinan DPR. Hingga saat ini, KPK belum mengambil langkah tegas seperti melayangkan teguran kepada pimpinan DPR yang belum menyampaikan LHKPN, mengingat masih ada waktu untuk memenuhi kewajiban tersebut.
Data dari KPK mencatat bahwa hingga 9 April 2025, terdapat sekitar 16.867 penyelenggara negara atau wajib lapor yang belum menyampaikan LHKPN. Rinciannya adalah sebagai berikut:
– Eksekutif: 12.423 orang
– Legislatif: 3.456 orang
– Yudikatif: 7 orang
– BUMN/BUMD: 981 orang
KPK menyadari pentingnya pelaporan LHKPN sebagai langkah awal dalam pencegahan korupsi dan mengedepankan transparansi di kalangan pejabat publik. Oleh karena itu, KPK telah memperpanjang batas akhir untuk pelaporan LHKPN hingga 11 April 2025, guna memberikan kesempatan bagi semua wajib lapor untuk memenuhi ketentuan yang berlaku.
Tessa juga menekankan, “Di sisi lain, KPK menyampaikan apresiasi kepada para penyelenggara negara yang telah melaksanakan kewajiban pelaporan LHKPN ini, yakni sebanyak 399.925 penyelenggara negara.” Kepatuhan dalam melaporkan harta kekayaan ini dianggap sebagai suatu teladan baik yang penting dalam membangun integritas di ranah publik.
KPK berkomitmen untuk membantu dan mendampingi para wajib lapor dalam proses penyampaian LHKPN. Jika ada kendala yang dihadapi, pimpinan atau satuan pengawas internal di setiap lembaga diimbau untuk proaktif memantau dan memastikan kepatuhan pelaporan LHKPN agar tidak terjadi keterlambatan.
Selanjutnya, KPK akan melakukan verifikasi administratif terhadap LHKPN yang telah dilaporkan dan, jika semua dokumen dianggap lengkap, LHKPN tersebut akan dipublikasikan. Publikasi LHKPN adalah bentuk transparansi yang dapat diakses oleh masyarakat sebagai langkah penting untuk mencegah praktik korupsi.
Dalam konteks ini, perhatian publik tertuju kepada pimpinan DPR yang belum memenuhi kewajiban pelaporan. Siapa pimpinan yang dimaksud masih menjadi misteri, tetapi hal ini disoroti karena pentingnya integritas dan akuntabilitas di lembaga legislatif Indonesia. Tessa menegaskan, peneguran akan dilakukan jika keterlambatan dalam pelaporan terjadi setelah batas akhir waktu yang telah ditentukan.
Dengan demikian, KPK terus mengupayakan peningkatan kesadaran akan pentingnya LHKPN di kalangan penyelenggara negara. Lebih jauh, langkah-langkah ini diharapkan dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan mendorong praktik-praktik bersih dalam pemerintahan. Pelaporan harta kekayaan oleh pejabat publik tidak hanya merupakan kewajiban hukum, tetapi juga mencerminkan komitmen mereka terhadap pencegahan korupsi di Indonesia.