Kredit Macet Pinjaman Online Naik Jadi Rp1,90 Triliun per Nov 2024

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa kredit macet dari pinjaman online atau fintech P2P lending telah mencapai Rp1,90 triliun hingga November 2024. Angka ini menunjukkan peningkatan dalam sektor pinjaman daring, yang kini menjadi salah satu sumber pembiayaan utama bagi masyarakat, terutama dalam kondisi ekonomi yang tidak menentu.

Dari total pinjaman macet tersebut, sekitar Rp1,30 triliun merupakan pinjaman yang diterima oleh perorangan, dengan rincian mencapai 538.790 rekening. Sementara itu, pinjaman yang macet pada sektor badan usaha tercatat sebesar Rp600,32 miliar, berasal dari 1.200 rekening. Data ini menandakan bahwa masalah kredit macet tidak hanya terjadi pada individu, tetapi juga pada usaha kecil dan menengah (UKM) yang bergantung pada pembiayaan dari fintech.

Di sisi lain, OJK juga mencatat outstanding pinjaman lancar, yang belum jatuh tempo, sebesar Rp63,86 triliun. Jumlah ini terdiri dari Rp60,32 triliun pinjaman kepada perorangan dan Rp3,53 triliun kepada badan usaha. Penyaluran pinjaman yang relatif lancar ini menunjukkan bahwa mayoritas penerima pinjaman P2P lending mampu memenuhi kewajiban pembayaran mereka tepat waktu.

Selain itu, OJK mencatat dana yang berada dalam perhatian khusus (pinggiran macet) mencapai Rp4,82 triliun. Dari angka ini, sebanyak Rp4,40 triliun merupakan pinjaman kepada perorangan dan Rp416,03 miliar kepada badan usaha. Meskipun ada pinjaman yang dalam perhatian khusus, jumlah pinjaman macet sendiri terbilang kecil jika dibandingkan dengan total outstanding pinjaman yang mencapai Rp75,60 triliun, sebuah angka yang meningkat 27,32% Year on Year (YoY).

Jika dilihat lebih dalam, komposisi pinjaman menunjukkan bahwa kualitas pembiayaan P2P lending saat ini masih terjaga. Pinjaman lancar mendominasi dengan persentase mencapai 84,46% dari total outstanding pinjaman. Sementara itu, kategori pinjaman dalam perhatian khusus mencakup 6,38%, diikuti oleh pinjaman kurang lancar sebesar 3,44%, serta pinjaman diragukan yang mencapai 3%. Secara keseluruhan, pinjaman macet hanya menyumbang 2,5% terhadap total outstanding pinjaman.

Kondisi ini mengindikasikan bahwa meski ada isu kredit macet, situasi di industri P2P lending masih dalam batas yang wajar. OJK mencatat 21 dari 97 penyelenggara P2P lending yang mencatatkan kredit macet dengan TWP90 (tingkat wanprestasi di atas 90 hari) di atas 5%. Penyebaran kredit macet tersebut lebih terlihat pada penyelenggara yang fokus pada pendanaan produktif bagi usaha.

Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPI), Entjik S. Djafar, mengungkapkan bahwa walaupun ada 21 penyelenggara dengan kredit macet yang tinggi, keseluruhan industri tetap mengelola kredit macet dalam batas yang aman. “Secara total, masih bagus. Jangan melihat hanya kepada 21 penyelenggara itu; mereka tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap keseluruhan industri,” katanya.

Melihat perkembangan positif ini, industri fintech P2P lending masih menjadi pilihan bagi banyak masyarakat dan pelaku usaha untuk memenuhi kebutuhan finansial mereka. Meskipun adanya risiko kredit macet, dengan langkah pengelolaan yang tepat oleh penyelenggara, sektor ini diharapkan dapat terus tumbuh dan memberikan dampak positif bagi perekonomian.

Sektor pinjaman online di Indonesia juga diharapkan agar lebih ketat dalam melakukan penilaian terhadap peminjam guna meminimalisir risiko kredit macet di masa yang akan datang. Dengan pertumbuhan pesat yang dicatat oleh OJK, penting bagi para pemangku kepentingan untuk menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap layanan keuangan digital ini.

Exit mobile version